Kapoksi PKB harus Bersiap, KPK Bakal Panggil Lagi Awal Tahun
[tajukindonesia.net] KPK berencana kembali memanggil anggota Komisi V DPR
Musa Zainuddin. Pemanggilan ini untuk mempercepat penuntasan penyidikan kasus
suap program aspirasi di Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX
Maluku-Maluku Utara. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK
Priharsa Nugraha mengamini rencana pemanggilan itu. "Intinya, kita sedang
mengembangkan informasi tentang keterlibatan anggota DPR lainnya,"
katanya.
Pemanggilan akan dilakukan setelah pergantian
tahun. Musa bakal diperiksa untuk tersangka So Kok Seng alias Aseng, Komisaris
PT Cahaya Mas Perkasa.
Desember ini, KPK menggeber pemeriksaan terhadap
sejumlah anggota Komisi V DPR. Yakni Yudi Widiana Adia (Fraksi PKS), Musa
Zainuddin (Fraksi PKB), Alamuddin Dimyati Rois (Fraksi PKB), Fathan Subchi
(Fraksi PKB) dan Fauzi H Amro (Fraksi Hanura).
Mereka pernah diperiksa untuk perkara Damayanti
Wisnu Putranti, bekas anggota Komisi V dari Fraksi PDIP yang ditangkap KPK
karena menerima suap terkait program aspirasi.
Yudi yang menjabat Wakil Ketua Komisi V dan Musa
selaku Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB pernah dipanggil untuk menjalani
pemeriksaan pada 20 Desember 2016. Namun keduanya mangkir.
"Panggilan pemeriksaan pada saksi politisi
PKS dan PKB ditujukan guna melengkapi berkas perkara tersangka SKS (So Kok
Seng) alias Aseng. Kedua saksi agendanya diperiksa untuk tersangka
Aseng," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.
Yudi dan Musa hendak diklarifikasi mengenai
kesaksian Aseng yang mengaku pernah memberikan uang untuk keduanya.
"Kedua saksi tidak hadir dalam pemeriksaan. Penyidik menjadwalkan ulang
pemeriksaan saksi-saksi itu," kata Febri.
Ia menyebutkan Yudi tak menjelaskan alasan
ketidakhadiran memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Sedangkan Musa berdalih ada
keperluan dinas yang tidak bisa ditinggalkan. Pemberitahuan itu disampaikan
lewat surat yang dikirim ke KPK. "Saksi MZ mengajukan permohonan
pengunduran jadwal pemeriksaan," sebut Febri.
Musa meminta agar pemeriksaan terhadap dirinya
diundur hingga tahun baru. Namun permohonan ini tak dikabulkan.
"Pemeriksaan anggota Komisi V DPR MZ sudah dijadwalkan penyidik,"
kata Febri.
Penyidik KPK kembali melayangkan surat panggilan
pemeriksaan untuk hari Selasa, tanggal 27 Desember 2016. Surat panggilan juga
dilayangkan kepada Yudi untuk menjalani pemeriksaan pada hari itu. Keduanya
akhirnya memenuhi panggilan KPK.
Febri menjelaskan Musa adalah saksi penting,
sehingga keterangannya dibutuhkan untuk menuntaskan perkara ini.
Dalam perkara ini, Aseng diduga menyuap anggota
Komisi V dan Kepala BPJN IX Amran HI Mustary untuk mendapatkan proyek yang
menjadi program aspirasi DPR di Maluku dan Maluku Utara. Penyuapan itu
dilakukan bersama-sama kontraktor lainnya.
Dalam putusan perkara suap Abdul Khoir, bos PT
Windhu Tunggal Utama, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan,
Khoir menghimpun dana Rp 2,6 miliar yang akan diberikan kepada Amran.
Uang tersebut dikumpulkan Khoir dari Aseng, Hong
Arta Jhon Alfred, Henoch Setiawan alias Reno dan Charles Frans alias Carlos.
"Uang tersebut kemudian terdakwa (Khoir) yang
menyerahkan kepada Amran melalui Imran SDjumadil dalam satuan dolar Amerika
dengan maksud agar program aspirasi anggota Komisi V disalurkan dalam bentuk
proyek rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara," kata hakim.
Amran akan menunjuk atau memberikan kemudahan
kepada PT Windhu Tunggal Utama, PT Cahaya Mas Perkasa dan PT Sharleen Raya
sebagai rekanan atau pelaksananya.
Khoir, Aseng dan Hong Arta John Alfred juga urunan
menyuap anggota Komisi V. Di persidangan, Khoir Cs terbukti memberikan uang
mencapai Rp 21,38 miliar; 1,67 juta dolar Singapura dan 72,7 ribu dolar
Singapura.
Khoir menggelontorkan uang puluhan miliar itu
untuk "membeli" program aspirasi milik Damayanti Wisnu Putranti
(Fraksi PDIP), Budi Supriyanto (Fraksi Partai Golkar), Andi Taufan Tiro (Fraksi
PAN) dan Musa Zainuddin (Fraksi PKB).
Uang untuk Musa diserahkanlewat Jaelani Parrandy,
staf ahli anggota Komisi V Yasti Mokoagow. Jaelani lalu meneruskan kepada
Mustakin, orang yang diminta Musa untuk menerima uang itu.
Aseng yang menjadi saksi di persidangan Khoir
mengungkapkan, pernah memberikan uang Yudi Widiana Adia. "Saya berikan Rp
2,5 miliar sekitar Desember 2015 melalui Kurniawan, sayaminta untuk pekerjaan
di Maluku," kata Aseng.
Kurniawan, sebut Aseng, adalah anggota DPRD Kota
Bekasi. Yudi juga kader PKS yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Barat.
"Menurut si Kurniawan dia (Yudi) yang
masukkan programnya. Nilainya kalau tidak salah ada Rp 100 miliar. Kurniawan
mengaku, kalau kita di situ, yang disampaikan ada dua judul, nilai proyeknya
kurang lebih Rp 100 miliar," ujar Aseng menambahkan.
Yudi membantah pernah menerima uang dari Aseng.
"Sudah saya jelaskan kepada penyidik, saya tidak menerima uang, atau
mengembalikan uang," katanya usai diperiksa KPK 12 April 2016.
Kilas Balik
"Jual" Proyek Rp 100 M, Musa Dapat Fee Rp 8 M
Jailani Parrandy, staf ahli anggota Komisi V DPR
Yasti Soepredjo Mokoagow dihadirkan sebagai saksi kasus suap fee proyek infrastruktur
Maluku di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Jailani bersaksi untuk terdakwa Direktur Utama PT
Windu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir. Dalam kesaksiannya, Jailani mengungkap
perannya sebagai perantara suap ke anggota Komisi V DPR.
Jailani mengatakan, sekitar November pernah
dihubungi Abdul Khoir yang menjelaskan ada tiga paket proyek jalan di Maluku
senilai Rp 150 miliar. "Katanya kalau dari kode, itu punya PKB, punya Pak
Musa (Zainuddin)," kata Jailani.
Ia menambahkan, Abdul Khoir kemudian meminta
dipertemukan dengan Musa Zainuddin. Tujuannya, agar Abdul Khoir bisa
mendapatkan paket pekerjaan tersebut. "Tidak cuma (untuk) sendiri, nanti
dibagi-bagi. Saya diminta tolong biar bisa hubungi Pak Musa," ujar Jailani.
Namun, ia mengaku tak pernahmempertemukan Musa
dengan Abdul Khoir.
Abdul Khoir melalui stafnya, Erwantoro lalu
menitipkan uang fee kepada Jailani untuk Musa. Uang itu diserahkan bertahap
pada November 2015. "Total untuk Pak Musa Rp 8 miliar saya terima. Sekitar
lima hingga enamkali dan semuanya cash," ujarnya.
Jailani mengatakan menerima uang dari Abdul Khoir
sebanyak Rp 12 miliar untuk diberikan kepada Musa dan anggota Komisi V DPR
dari Fraksi PAN, Andi Taufan Tiro. "Untuk Pak Musa dan Andi Taufan Tiro 8
(Rp 8 miliar) Pak Musa dan 4 (Rp 4 miliar) Pak Andi," jelas Jailani.
Dia mengatakan, uang Rp 8 miliar untuk Musa
diberikan agar bisa memberikan tiga proyek senilai Rp 150 miliar. "Tapi,
sama Pak Musa cuma diokein Rp 100 miliar," kata Jailani.
Sedangkan uang buat Andi, lanjut Jailani,
diserahkan untuk pekerjaan dana aspirasi.
Jailani tidak langsung memberikan duit dari Abdul
Khoir ke Musa. Namun, diberikan melalui orangnya Musa. "Dia (Musa)
sampaikan ada orang saya, ini ada nomor teleponnya kamu catat. Dia sempat
menyebut orangnya tapi saya tidak ingat," ujar Jailani.
Kemudian, ia menyerahkan uang di Jalan Duren Tiga
Timur, Jakarta Selatan. "Saya janjian di situ," ungkapnya.
Uang diserahkan di area parkir sekitar pukul 9.00
senilai Rp 7 miliar. Sedangkan sisa Rp 1 miliardiberikan untuk Jailaini.
Penyerahan duit untuk Andi Taufan juga dilakukan
bertahap. Menurut Jailani, pertama diberikan langsung ke Andi Taufan di
pinggir jalan kawasan Kalibata, pada pukul 2.00 dini hari. "Tahap pertama
Rp 2 miliar," sebut Jailani.
Dalam surat dakwaan Abdul Khoir, Musa dan Andi
Taufan Tiro disebut menerima duit dari Abdul Khoir. Untuk mendapatkan proyek
peningkatan dan pembangunan jalan Wayabula-Sofi Trans Seram Maluku, Abdul Khoir
membayar Audi Taufan Tiro Rp 7 miliar.
Uang diserahkan bertahap lewat Jailani pada 9
November 2015 di sekitar Blok M Jakarta Selatan. Jumlahnya 206.718 dolar
Singapura. Berikutnya pada 12 November 2015 sebesar 205.128 dolar Singapura,
hingga hampir genap Rp 3,9 miliar.
Akhir November 2015, Andi kembali meminta Rp 800
juta. Abdul Khoir menyanggupi menyerahkan Rp 500 juta dulu. Terakhir, Andi
menerima uang dari Abdul Khoir Rp 1,5 miliar pada 1 Desember 2015. Total uang
diterima Andi Rp 6,1 miliar.
Sedangkan, Untuk mendapatkan proyek Jalan
Piru-Waisala Trans Seram senilai Rp 107,76 miliar, Abdul Khoir
"membeli" dari Musa. Abdul Khoir membayar Musa Rp 8 miliar.
Pada 16 November 2015, Erwantoro menyerahkan Rp
2,8 miliar dan 103.780 dolar Singapura lewat Jailani di parkiran Blok M Square,
Melawai.
Penyerahan kedua, juga lewat Jailani Rp 2 miliar
dan 103.509 dolar Singapura di parkiran kantor PT Windu Tunggal Utama, Jakarta
Selatan.
Penyerahan ketiga, Abdul Khoir memerintahkan
Erwantoro menukar Rp 1,2 miliar menjadi 121.088 dolar Singapura. Penyerahan di
Food Hall Mal Senayan City. [rm]