Bayar Bunga Utang, Pemerintah Gali Lubang Tutup Lubang
[tajuk-indonesia.com] - Pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di tahun 2017 yang masih gali lubang tutup lubang menunjukkan keuangan negara belum sehat. Ini tergambar dari kondisi defisit keseimbangan primer pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Namun, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bila dibandingkan dengan beberapa tahun terakhir, kondisi ini sudah jauh lebih baik. Artinya pengelolaan APBN menuju ke arah yang lebih sehat.
“Keseimbangan primer Rp 78,4 triliun, memang tidak sampai nol tapi separuh kurangnya dibanding 2017. Tren ini yang ingin kami sampaikan kepada publik sehingga pembiayaan makin sehat,” ungkap dia, di Jakarta, awal pekan ini.
Seperti diketahui, keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Bila keseimbangan primer defisit, itu berarti pemerintah berutang untuk membayar bunga utang.
Dengan kata lain, pemerintah harus menarik utang baru untuk membayar bunga utang sebelumnya. Bila pemerintah ingin mengurangi defisit keseimbangan primer, maka defisit anggaran harus bisa dijaga pada level 1,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Berikut perkembangan defisit keseimbangan primer sejak 2012:
Defisit keseimbangan primer 2012: Rp 52,7 triliun
Defisit keseimbangan primer 2013: Rp 98,6 triliun
Defisit keseimbangan primer 2014: Rp 93,2 triliun
Defisit keseimbangan primer 2015: Rp 142,4 triliun
Defisit keseimbangan primer 2016: Rp 105,5 triliun
Defisit keseimbangan primer 2017: Rp 144,3 triliun (unaudite)
Defisit keseimbangan primer 2018: Rp 78,4 triliun (RAPBN).
Terkait pengelolaan utang, Sri Mulyani memastikan utang dikelola dengan sangat hati-hati. Meskipun nilainya sudah menembus level Rp 3.000 triliun dan terus bertambah setiap tahunnya, Sri Mulyani menyatakan akan menjaga Indonesia agar tidak terkena krisis utang.
“Kami sangat hati-hati untuk desain agar Indonesia terhindar dari krisis utang seperti yang terjadi di banyak negara maju,” jelasnya.
Per akhir Juli 2017, total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp 3.779,98 triliun. Dalam sebulan, utang ini naik Rp 73,46 triliun, dibandingkan jumlah di Juni 2017 yang sebesar Rp 3.706,52 triliun
Pada 2018 mendatang, pemerintah juga akan kembali menarik utang karena postur anggaran yang defisit Rp 325,9 triliun atau 2,19% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Di mana belanja negara Rp 2.204,3 triliun dan penerimaan negara Rp 1.878,4 triliun.
Sri Mulyani mengukur kehati-hatian pengelolaan utang dari rasio terhadap PDB. Sekarang Indonesia masih pada kisaran 27-29% terhadap PDB. Sementara negara berkembang lainnya sudah di atas 50%.
“Kami bandingkan, bagaimana kelola utang dengan hati-hati, dibanding Malaysia dan Brasil. Kami lihat rasio utang relatif sangat rendah masih 27-29%. Dibanding Malaysia 56% dan Brasil 79%,” ujarnya.
Begitu juga dengan pembayaran bunga utang, secara nominal memang terlihat cukup besar, namun bila dibandingkan dengan outstanding utang hanya 5%. Malaysia sampai 5,6% dan Brasil 18%.[gm]