Setya Novanto Ancam Polisikan KPK, Petinggi Golkar Mendadak ‘Kehilangan Lidah’
[tajuk-indonesia.com] - Ketua DPR RI Setya Novanto melalui kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi mengancam akan mempolisikan para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ancaman itu rencananya akan direalisasikan pada Senin 9 Oktober 2017 pekan depan.
Hal itu dilakukan jika KPK tak menghentikan upaya pencarian bukti baru agar bisa kembali menjerat Ketua Umum Golkar itu dalam kasus korupsi e-KTP.
Dikonfirmasi berkenaan hal itu, petinggi Golkar mendadak ‘kehilangan lidah’.
Seperti Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Partai Golkar, Roem Kono yang tidak ingin mengkomentari tindakan ketua umumnya itu.
“Saya no comment lah kalau soal itu,” ujar Roem Kono kepada JawaPos.com (grup pojoksatu.id), Jumat (6/10).
Terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Ace Hasan Syadzily pun tak mau mengkomentari permasalahan yang dihadapi Novanto.
“Saya enggak bisa komentar soal kasus hukum yang dialami oleh Pak Setya Novanto,” singkat Ace Hasan Syadzily.
Seperti diketahui, kubu Setya Novanto melalui kuasa hukumnya Fredrich Yunadi mengancam akan melaporkan para pimpinan KPK ke Bareskrim Polri Senin 9 Oktober 2017 mendatang.
Hal itu dilakukan jika memang KPK mengeluarkan sprindik baru untuk kembali menjerat Ketua Umum Partai Golkar dalam kasus korupsi e-KTP.
Yunadi mengingatkan, upaya lembaga antirasuah yang terus mencari bukti baru atas kliennya itu adalah melanggar hukum.
Menurutnya, putusan praperadilan yang dimenangkan Novanto adalah terakhir dan mengikat semua pihak.
“Itu mengapa saya mengatakan dalam hal ini KPK berani mengeluarkan sprindik baru, kami akan mengambil langkah hukum supaya polisi melakukan tindakan hukum sebagaimana mestinya,” ancamnya.
Meski begitu, Yunadi juga menegaskan langkah yang diambil Novanto itu bukanlah upaya untuk melawan hukum atau melawan KPK.
“Tetapi saya akan memberikan pendidikan hukum supaya rakyat itu mengerti hukum,” jelasnya.
Yunadi menjabarkan, untuk menjerat KPK, setidaknya ada tiga dasar hukum yang bisa dipakai untuk ‘membunuh’ KPK dengan laporan polisi dimaksud.
Pertama, pasal 216 KUHP soal tindakan yang tidak menuruti perintah putusan UU.
Kedua, pasal 220 KUHP mengenai seseorang yang memberitahukan atau mengadukan perbuatan tindak pidana, padahal mengetahui hal itu tidak terjadi.
“Ketiga, pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan,” beber Yunadi.
Menanggapi ancaman kubu Setya Novanto itu, lembaga antirasuah tersebut tak mau ambil pusing.
Bahkan, KPK menegaskan tetap akan melanjutkan proses penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP.
Walaupun, lembaga pimpijan Agus Rahardjo itu terancam dipolisikan jika nantinya menerbitkan sprindik baru untuk Ketua DPR RI itu.
Penegasan itu disampaikan juru bicara KPK, Febri Diansyah kepada awak media di Gedung KPK, Jumat (6/10).
Bahkan, pihaknya mempersilahkan pihak-pihak yang ingin berkomentar atau melakukan sejumlah tindakan-tindakan tertentu.
“Yang pasti KPK akan melakukan upaya dan tindakan dalam penuntasan kasus KTP elektronik ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” tegas Febri.
Kendati demikian, Febri belum mengetahui persis apakah sprindik untuk Novanto sudah dikeluarkan oleh pimpinan atau belum.
Yang jelas, lanjutnya, pihaknya saat ini masih mencermati hasil putusan hakim di praperadilan sebelum agar bisa memutuskan langkah hukum selanjutnya.
“Belum bicara soal langkah selanjutnya. Yang pasti, kita sedang serius mencermati faktor-faktor persidangan praperadilan itu dan melihat bagaimana tindakan yang tepat dan sesuai hukum yang bisa dilakukan dalam kasus KTP elektronik,” jelas Febri. [psi]
“Itu mengapa saya mengatakan dalam hal ini KPK berani mengeluarkan sprindik baru, kami akan mengambil langkah hukum supaya polisi melakukan tindakan hukum sebagaimana mestinya,” ancamnya.
Meski begitu, Yunadi juga menegaskan langkah yang diambil Novanto itu bukanlah upaya untuk melawan hukum atau melawan KPK.
“Tetapi saya akan memberikan pendidikan hukum supaya rakyat itu mengerti hukum,” jelasnya.
Yunadi menjabarkan, untuk menjerat KPK, setidaknya ada tiga dasar hukum yang bisa dipakai untuk ‘membunuh’ KPK dengan laporan polisi dimaksud.
Pertama, pasal 216 KUHP soal tindakan yang tidak menuruti perintah putusan UU.
Kedua, pasal 220 KUHP mengenai seseorang yang memberitahukan atau mengadukan perbuatan tindak pidana, padahal mengetahui hal itu tidak terjadi.
“Ketiga, pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan,” beber Yunadi.
Menanggapi ancaman kubu Setya Novanto itu, lembaga antirasuah tersebut tak mau ambil pusing.
Bahkan, KPK menegaskan tetap akan melanjutkan proses penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP.
Walaupun, lembaga pimpijan Agus Rahardjo itu terancam dipolisikan jika nantinya menerbitkan sprindik baru untuk Ketua DPR RI itu.
Penegasan itu disampaikan juru bicara KPK, Febri Diansyah kepada awak media di Gedung KPK, Jumat (6/10).
Bahkan, pihaknya mempersilahkan pihak-pihak yang ingin berkomentar atau melakukan sejumlah tindakan-tindakan tertentu.
“Yang pasti KPK akan melakukan upaya dan tindakan dalam penuntasan kasus KTP elektronik ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” tegas Febri.
Kendati demikian, Febri belum mengetahui persis apakah sprindik untuk Novanto sudah dikeluarkan oleh pimpinan atau belum.
Yang jelas, lanjutnya, pihaknya saat ini masih mencermati hasil putusan hakim di praperadilan sebelum agar bisa memutuskan langkah hukum selanjutnya.
“Belum bicara soal langkah selanjutnya. Yang pasti, kita sedang serius mencermati faktor-faktor persidangan praperadilan itu dan melihat bagaimana tindakan yang tepat dan sesuai hukum yang bisa dilakukan dalam kasus KTP elektronik,” jelas Febri. [psi]