Yenny Wahid: Ujaran Kebencian Tak Boleh Kuasai Ruang Publik
[tajuk-indonesia.com] - Persoalan radikalisme dan gerakan terorisme bukan hanya menjadi tanggung jawab TNI dan Polri. Semua warga negara mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mengatasi radikalisme di masyarakat.
"Radikalisme adalah masalah kita semua. Sehingga semua kita mempunyai kewajiban yang sama mengatasi radikalisme, termasuk civil society," kata Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yenny Wahid, saat menjadi pembicara simposium nasional yang dilaksanakan Taruna Merah Putih (TMP) di Balai Kartini, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta (Senin, 14/8).
Dalam panel pertama simposium nasional ini tema yang diangkat adalah 'Intoleransi, Ancaman Bagi Kebhinnekaan Dan Persatuan Bangsa." Selain Yenny Wahid, hadir sebagai pembicara Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Kanavian dan Kepala Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif.
Panel pertama ini dimoderatori oleh Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari.
Menurut Yenny ada beberapa faktor yang membuat seseorang menjadi radikal. Di antaranya ada perasaan teralienasi, kesenjangan ekonomi dan juga ujaran kebencian yang didasari dengan teks-teks keagamaan yang dimanipulasi.
"Ujaran kebencian tak boleh menguasi ruang publik ini. Ini bukan hanya tugas polisi tapi juga semua elemen masyarakat," ungkap Yenny.
Menurut Yenny, Indonesia memiliki dasar dan modal utama dalam mengangkal gerakan radikalisme, yaitu Pancasila. Pancasila merupakan jawaban dari berbagai persoalan bangsa saat ini.
"PM Inggris David Cameroon saja mengakui Indonesia hebat. Dari 200 juta penduduk cuma 500 yang ikut ISIS. Inggris dengan 2 juta penduduk, ada 5 ribu ikut ISIS. Cameron nanya resepnya, saya jawab karena Indonesia punya Pancasila," ungkap Yenny.
Yenny menegaskan bahwa Demokrasi Pancasila merupakan sintesa yang luar biasa. Pancasila juga merupakan jawaban atas persoalan multikulturalisme.
Dalam sambutannya, Ketua Umum TMP Maruarar Sirait mengatakan bahwa TMP selalu berdiri paling depan dalam membela Pancasila. Simposium ini, selain dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-72, juga dalam rangka mendukung segala upaya impelementasi Pancasila di berbagai bidang, seperti bidang politik da ekonomi. Karena itulah, simposium ini mengundang berbagai narasumber yang sangat otoritatif di bidang.
"Kita ingin membumikan terus Pancasila di Indonesia. Dalam bidang ekonomi misalnya kita mau aturan-aturan perekonomian yang berpihak pada rakyat kecil. Kesenjangan tak boleh diatasi dengan radikalisme, melainkan harus diatasi dengan pemerataan," ungkap Maruarar.
Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh nasional papan atas. Di antara yang akan hadir sebagai pembicara adalah Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Tito Karnavian, Kepala Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif, Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid, Menteri Keuangan Sri Mulyani, pengusaha nasional Chairul Tanjung, Ketum KADIN Rosan P Roeslani, Ketum HIPMI Bahlil Lahadalia, Presiden Inter Milan Erick Tohir, pengusaha muda teknologi perikanan Paundra Noorbaskoro, Walikota semarang, Hendrar Prihadi, Presiden BEM UI Muhammad Syaeful Mujab.
Ratusan orang dalam berbagai elemen hadir dalam acara ini yang sangat meriah ini. Di antaranya GMKI, KAMMI, PMKRI, HMI, IMM, GMNI, Hikmahbudhi, KMHDI, Pemuda Muhammdiyah, GP Ansor, KNPI dan lain-lain. Acara juga dihadiri sayap organisasi PDI Perjuangan seperti Repdem, Banteng Muda Indonesia, Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) dan lain-lain.
Selain itu, hadir juga organisasi sayap dari partai lain seperti Sapma Hanura, Matara PAN, AMPG Gokar dan Garda Nasdem. Hadir juga perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jakarta dan para Ketua OSIS dari berbagai sekolah.[rmol]