PKS Disalip Partai Demokrat Sebagai Pemuncak Barisan Oposisi?


[tajuk-indonesia.com]           -           Otak Strategi Partai Demokrat (PD) yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mulai melancarkan aksinya dengan mengajak bertemu simbol oposisi di Indonesia dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

Kedua mantan jenderal itu akhirnya bertemu selama satu setengah jam di Cikeas (Kamis malam, 27 Juli 2017) dan berfoto di bawah gunungan jawa bersama kedua jajarannya.

Pertemuan itu dikemas dengan acara makan nasi goreng dari pedagang keliling langganan keluarga SBY yang dilanjutkan pembicaraan untuk meningkatkan kerjasama dan komunikasi kedua partai seperti yang diungkapkan wakil ketua umum PD Syarif Hasan.

Salah satu pembahasan dalam pertemuan malam itu adalah pasal tentang ambang batas pencalonan presiden yang ada dalam UU Pemilu yang baru disahkan pemerintah.

Menurut Syarif, kedua partai akan menindaklanjuti dengan upaya menguji materi pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

“Itu kesepakatan dari kita bahwa memang harus ada langkah berikutnya ke JR (judicial review),” tambah Syarif.

Usai pertemuan tersebut, Prabowo Subianto memang mengkritisi poin pasal ambang batas pengajuan calon presiden sebesar 20-25 persen di UU Pemilu. “Presidential threshold 20 persen adalah sesuatu lelucon politik yang menipu rakyat Indoneisa,” ujar Prabowo di kediaman pribadi SBY, Puri Cikeas, Gunung Putri, Bogor pada Kamis (27/7).

Karenanya, Partai Gerindra kata Prabowo, tidak ingin menjadi bagian yang ikut dalam menyetujui poin aturan tersebut. Ia juga mengapresiasi sikap partai lainnya yang diketahui senada dengan Partai Gerindra diantaranya PKS, PAN dan Demokrat.

“Kami khawatir bahwa demokrasi kita ke depan bisa dirusak. Karena itu, sesuai tadi yang yang disampaikan Pak SBY, kita wajib mengawal, kita wajib mengingatkan, mengimbau dengan baik, mengingatkan rekan-rekan yang berada di kekuasaan bahwa demokrasi itu jalan terbaik,” ujarnya.

Sebab, dalam menegakkan demokrasi harus sesuai logika dan mengikuti aturan dan ketentuan yang ada. “Harus adil dan tidak memaksakan kehendak dengan segala cara pada intinya itu. Saya sependapat dengan Pak SBY kita harus lakukan check and balance, kita harus ada penyeimbangan, setiap kekuasan harus diawasi dan diimbangi,” ujarnya.
PKS Disalip?

Pertemuan ini pastinya akan mendapat berbagai respon karena sebelumnya simbol perlawanan atau oposisi dimotori oleh Gerindra dan PKS hampir di banyak daerah. Sementara Partai Demokrat selalu memilih bermain aman.

Prabowo Subianto bahkan selalu menyebut PKS bukan sekadar mitra tapi sekutu bagi Gerindra dalam menegakkan kebenaran dan keadilan di negeri ini.

Lalu terjadilah aksi pendekatan yang dilakukan PD kepada Demokrat menjelang dimulainya gelombang besar pilkada di sejumlah daerah di Indonesia.

Mungkin saat ini PD sudah yakin harus berdiri bersama Gerindra jika ingin kembali berkuasa lalu mulai mencicil melakukan kerjasama juga di berbagai pilkada daerah.

Bisa jadi ini adalah pelajaran berharga yang diambil PD dari kasus pilkada Jakarta, di mana Partai Demokrat membuat poros sendiri dan SBY mengajukan putranya sebagai calon gubernur DKI Jakarta dan akhirnya kalah di putaran pertama.

Partai Demokrat seakan ingin membuat inti baru barisan oposisi dengan merangkul Gerindra sejak dini.

Pastinya ke depan, tidak cukup hanya mengandalkan kekuatan Partai Gerindra dan PD untuk maju menduduki posisi RI-1. Butuh partai-partai tengah lain seperti PKS dan PAN serta sejumlah partai kecil lainnya.

Masalahnya muncul kalo ternyata bicara masalah kebangsaan dan demokrasi ternyata hanyalah kemasan untuk ujung-ujungnya mengajukan putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres mendampingi Prabowo.

Pastinya akan muncul kekecewaan dan penolakan terutama dari PKS. Tapi melihat track record pilihan politiknya sih mungkin-mungkin saja PKS menerima pilihan itu jika terbukti bisa menyatukan gerakan masyarakat. Bukti itu jelas terpampang di pilkada Jakarta di mana kursi PKS diserahkan bukan untuk kadernya. Kursi PKS diserahkan untuk Anies-Sandi tapi mesin politik tetap all out bekerja keras memenangkan Anies-Sandi.

Sementara PD, pernahkah punya track record mengorbankan kursinya untuk persatuan gerakan masyarakat? yang ada hanya rekam jejak bikin poros baru demi kepentingannya sendiri.

Tapi sepertinya masyarakat gak perlu suudzhan terlalu dini, karena pastinya PD sudah banyak belajar dari kasus Jakarta jika ngotot ingin bikin poros perlawanan sendiri saat pilpres 2019.[gm]













Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :