Miris! Menkeu Kenakan Pajak 10 Persen Petani Tebu, Produksi Gula Nasional Terancam
[tajuk-indonesia.com] - Kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen bagi petani tebu yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani membuat beban petani tebu rakyat semakin berat.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan (BPPN) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Riyono dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Senin (10/7).
Menurut Riyono, kondisi industri gula nasional semakin berat. Kebutuhan nasional 3 juta ton per tahun dengan impor 50 persen dan sisanya produksi nasional akan goyang.
"Mimpi swasembada gula 2019 akan semakin jauh karena petani semakin enggan menanam tebu karena terus merugi, apalagi dikenakan pajak 10 persen," tegas Riyono.
Ia mengatakan, problem pertebuan nasional saat ini sudah parah. Ambruknya pusat pembibitan tebu nasional membuat varietas bibit unggul tebu sulit didapatkan petani, ketersedian pupuk yang terbatas bagi petani sangat menyulitkan dan belum problem pabrik gula yang sudah tidak kompetitif.
"Belum selesai pemerintah melakukan revitalisasi pabrik gula dan pembenahan sisi on farm sampai off farm tiba-tiba dikenai beban pajak bagi petani, ini justru menghambat produksi gula nasional," tambah Riyono.
Sebagai gambaran, ujar Riyono, saat ini rata-rata pendapatan petani tebu dengan luasan lahan 900 meter persegi dalam satu kali panen hanya mendapat uang 2 juta rupiah kotor.
"Bagaimana mau sejahtera kalau kondisi petani tebu seperti ini?" tanyanya.
Riyono melanjutkan, saat ini produktivitas tanaman tebu petani baru 75 ton per hektar dengan rendemen 7 sampai 7.5 persen dan biaya menghasilkan gula kurang lebih 10.000 per kilogram. Kondisi ini tidak stabil karena regulasi soal rendemen di level provinsi dan kabupaten serta pabrik gula belum berpihak kepada petani.
"Menkeu harusnya memahami kondisi petani tebu, petani jangan dikenakan pajak 10 persen jika ingin swasembada gula. Jika tidak dibatalkan maka siap-siap saja produksi gula akan anjlok karena petani enggan menanam tebu kembali. Impor gula akan semakin menggila," tukasnya. [rmol]
"Belum selesai pemerintah melakukan revitalisasi pabrik gula dan pembenahan sisi on farm sampai off farm tiba-tiba dikenai beban pajak bagi petani, ini justru menghambat produksi gula nasional," tambah Riyono.
Sebagai gambaran, ujar Riyono, saat ini rata-rata pendapatan petani tebu dengan luasan lahan 900 meter persegi dalam satu kali panen hanya mendapat uang 2 juta rupiah kotor.
"Bagaimana mau sejahtera kalau kondisi petani tebu seperti ini?" tanyanya.
Riyono melanjutkan, saat ini produktivitas tanaman tebu petani baru 75 ton per hektar dengan rendemen 7 sampai 7.5 persen dan biaya menghasilkan gula kurang lebih 10.000 per kilogram. Kondisi ini tidak stabil karena regulasi soal rendemen di level provinsi dan kabupaten serta pabrik gula belum berpihak kepada petani.
"Menkeu harusnya memahami kondisi petani tebu, petani jangan dikenakan pajak 10 persen jika ingin swasembada gula. Jika tidak dibatalkan maka siap-siap saja produksi gula akan anjlok karena petani enggan menanam tebu kembali. Impor gula akan semakin menggila," tukasnya. [rmol]