Mantan Pejabat Bakamla, Eko Susilo Hadi Sebut Politikus PDIP ini Aktor Intelektual Suap Proyek Bakamla


[tajuk-indonesia.com]      -       Mantan pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi menegaskan, aktor intelektual dalam kasus suap proyek Satelit Monitor di Bakamla adalah Ali Fahmi alias Fahmi Habsy, politikus PDI Perjuangan yang menjadi staf khusus Kepala Bakamla.

Menurut Eko, Ali Fahmi merupakan pihak yang berperan dalam menentukan besaran komisi sebesar 15 persen dari proyek satelit monitor yang dimenangkan PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI).

Selain itu, lanjut Eko, dalam kesaksian Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah menjelaskan bahwa Ali Fahmi merupakan pihak yang mengajak suami dari Inneke Koesherawati itu ikut dalam proyek pengadaan Satelit Monitor serta menjanjikan PT MTI menang dalam tender.

"Jika menggunakan parameter orang yang berperan sebagai inisiator atau aktor intelektual dari fakta persidangan, sangat jelas peranan Ali Fahmi Habsyi sebagai aktor intelektual dalam pengadaan satelit monitoring," ujar Eko saat membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/6).

Lebih lanjut Eko juga menjelaskan, dari pengakuan Fahmi Darmawansyah, Ali Fahmi juga telah menerima uang suap sebesar 6 persen dari 15 persen atau sebesar Rp24 miliar dengan nilai proyek satelit monitor sebesar Rp400 miliar. Bahkan Ali Fahmi juga pernah menerima Rp30 miliar dari proyek drone yang anggarannya tidak diloloskan oleh DPR.

Meski demikian, Eko menyayangkan jaksa KPK belum mampu menghadirkan Ali Fahmi ke persidangan. Menurut Eko, ketidakhadiran Ali Fahmi merupakan merugikan bagi pembelaan dirinya di persidangan.

"Saya bukanlah pelaku utama dari perkara ini. Dari keterangan dipersidangan bahwa sebagai inisiator sekaligus pelaku utama adalah Ali Fahmi," ujarnya.

Dalam persidangan, Eko juga menyampaikan harapannya agar permohonan sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku, dikabulkan oleh hakim. Terlebih sepanjang persidangan dirinya telah bersikap kooperatif dan memberikan keterangan yang sebenarnya serta telah mengungkap pihak-pihak yang paling berperan dalam kasus tersebut.
"Saya telah mengakyi tindak pidana yang saya lakukan. Sebagai terdakwa tentu memohon keadilan dan permohonan JC dapat dikabulkan," pungkas Eko.

Dalam kasus ini, Eko yang merupakan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla sekaligus Pelaksana tugas Sekretaris Utama Bakamla itu telah dituntut  hukuman 5 tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut jaksa, Eko terbukti menerima suap 10.000 dollar AS, 10.000 Euro, 100.000 dollar Singapura, dan 78.500 dollar AS dari Fahmi Darmawansya untuk memenangkan PT Melati Technofo Indonesia dalam pengadaan monitoring satelit. Anggaran proyek tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perubahan (APBN-P) Tahun 2016.

Selain Eko, ada tiga pejabat Bakamla lainnya yang menerima uang terkait pengadaan monitoring satelit. Ketiganya adalah Bambang Udoyo, selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla sebesar 105.000 dollar Singapura. Ia juga merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).

Selanjutnya, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebesar 104.500 dollar Singapura, dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla sebesar Rp 120 juta.[rmol]
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Subscribe to receive free email updates: