Permintaan 500.000 Blanko e-KTP oleh Disdukcapil ke Kemendagri Dipertanyakan, Potensi Kecurangan di Pilgub DKI Putaran II
[tajuk-indonesia.com] - Kebijakan KPU DKI Jakarta yang tidak mewajibkan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) pada putaran kedua Pilgub DKI 2017 untuk menggunakan kartu keluarga (KK) dinilai hanya membuka celah kecurangan.
Direktur Eksekutif Puspol Indonesia Ubedilah Badrun mengatakan, langkah
KPU DKI tersebut membuka celah sangat lebar terjadinya kecurangan. Dapat
dibayangkan angka DPTb yang melonjak lebih dari 300% atau 237.000
pemilih dengan mudah memilih ke TPS tanpa kontrol atau verifikasi dari
KK.
Di tengah problem DPTb di atas, beberapa hari lalu Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta menyatakan permintaan 500.000
blanko e-KTP kepada Kementerian Dalam Negeri.
Padahal menurut Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI, Sumarsono hingga 5
Maret 2017, ada 59.911 warga Jakarta yang belum melakukan perekaman
e-KTP dan yang sudah merekam tetapi belum mencetak e-KTP sebanyak 57.763
orang berdasarkan data KPU DKI saat putaran pertama.
Jadi permintaan 500.000 blanko e-KTP patut dipertanyakan. Sebab
permintaan blanko tersebut tidak berbasis pada data kebutuhan yang
valid.
"Bisa saja blanko yang 500.000 itu jika sudah diberikan akan
disalahgunakan, siapa yang bisa mengontrol penggunaan blanko 500.000
tersebut? Nah pada titik ini karena DPTb tidak harus menunjukan KK saat
memilih maka memproduksi e-KTP dari 500.000 blanko tersebut
memungkinkan menjadi modus kecurangan dengan mudah untuk ikut pemilu
tanpa KK," kata Ubedillah dalam siaran pers yang diterima SINDOnews,
Minggu (19/3/2017).
Ubedillah berharap kelompok kritis independen yang fokus pada masa depan
demokrasi patut menyoroti soal DPTb yang boleh memilih tanpa KK dan
permintaan 500.000 blanko e-KTP yang tidak berbasis data kebutuhan valid
ini.
Kritik terhadap fakta tersebut penting agar Pilgub DKI putaran final 19
April nanti benar-benar berkualitas menghadirkan demokrasi, bukan
demokrasi yang bau busuk kecurangan. [okz]