Ingat Inul, Ingat Abah Hasyim Muzadi: Iku Njoged Opo Kesurupan!
[tajuk-indonesia.com] - Ruangan Ketua Umum PB NU yang saat itu dijabat KH Hasyim Muzadi saat itu memang lenggang. Kala itu saat jeda selepas Ashar. Hanya beberapa jurnalis yang berada di ruangan di lantai III Gedung PBNU tersebut. Mereka menunggu pernyataan 'abah' (panggilan akrab kepada KH Hasyim Muzadi) yang saat itu tengah heboh perseteruan Rhoma Irama dan Inul Daratista terkait goyangan 'ngebor'-nya.
Saat itu sang 'Raja Dangdut' marah besar karena Inul (Ainur Rokhimah,
nama aslinya) yang asal kampung Japanan Pasuruan berjoget seronok serupa
penari erotis. Rhoma makin berang karena saat itu Inul banyak bergoyang
(istilah joged saat itu diganti dengan sebutan goyang,red) sembari
membawakan lagu-lagunya.
''Joged itu indah dan teratur. Goyang ngebor merendahkan dangdut dan
membawanya lagi ke dalam musik comberan.Lagu-lagu saya haram dinyanyikan
dia (Inul,red),'' kata Rhoma.
Tentu saja omongan Rhoma membuat keriuhan di media masa. Perseteruan
makin memanas bahkan di dalam kesempatan terpisah Inul dan Rhoma Irama
sempat dipanggil para wakil rakyat untuk memberikan keterangan di rapat
DPR di Senayan. Inul diantar datang bersama penyanyi senior Titik Puspa.
Rhoma Irama datang bersama penyanyi dangdut yang mendukungnya.
Dari keriuhan itu, Inul berada di atas angin karena mendapat dukungan
media. Dia pun makin kaya karena order manggung saat itu nyaris tiada
putus. Persis dengan jargon Benyamin S, anak desa ini kemudian mendapat
rejeki yang 'kotaan'. Goyangan jadi obyek kapitalisme hiburan. Budayawan
Emha Ainun Najib 'menyemoni' keriuhan itu dengan tulisan kolom di media
masa ibu kota dengan judul:"Pantat Inul adalah Wajah Kita Semua."
Dan dititik peristiwa itu omongan mendiang wartawan Suara Karya dan
penulis buku biografi Rhoma Irama, Kartoyo, kini pun kembali terngiang:
Pertemuan di DPR tersebut seolah mengulang perseteruan tahun 1970-an.
''Bang haji sudah tak cocok sama Titik Puspa sejak saat itu,'' kata
Kartoyo seraya mengatakan apalagi ketika Oma tak lagi berada di
perkumpulan artis ibukota dan memilih tak bergabung dengan
Golkar.''Kalau disamakan dengan lagu, maka peristiwa ini ibarat lagu
lama diputar lag,'' kata Kartoyo.
Nah, di sore selepas Ashar itu, komentar 'Abah' Hasyim memang
ditunggu-tunggu. Setidaknya kami ingin tahu apa komentar dia. Dan Abah
pun tersenyum lebar ketika beliau ditanya soal 'perang urat syaraf'
antara Rhoma dan Inul. Kebetulan, saat itu situasinya sudah semakin seru
karena beberapa hari sebelumnya Inul telah mengunjungi kantor Gus Dur
yang ada di lantai dasar Gedung PB NU. Dan Rhoma Irama pun kemudian tak
mau kalah karena selang beberapa hari kemudian dia pun ikut menemui Gus
Dur di tempat yang sama.''Jangan adu saya dengan Gus Dur. Beliau itu
kiai saya,'' ujar Rhoma seusai bertemu dengan Gus Dur.
Nah, dengan beberapa 'back ground' itulah pernyataan Abah Hasyim menjadi
terasa penting. Paling tidak untuk konsumsi pribadi dan kelak akan
ditulis ketika waktunya dirasa sudah tepat. Abah melayani pertanyaan
soal goyangan Inul itu sembari duduk, minum teh, dan berbincang secara
santai.
"Kamu mau tanya apa,'' kata Abah Hasyim dengan nada ringan.
"Soal goyangan Inul Abah..?"
Mendengar jawaban polos itu Abah terlihat hanya tersenyum sembari
membetulkan letak kaca matanya. Awalnya, Abah omong pertanyaan kurang
kerjaan karena soal begitu 'kok' ditanyakan kepadanya.
"Tanya kepada budayawan dan seniman dong. Jangan tanya ke saya,'' sahut Abah.
"Ya ndak begitu Abah. Soalnya dia kan anak santri juga. Lihat saja nama
aslinya tuh Abah,'' tukas saya sembari memberi tahu nama aslinya serta
menceritakan pengakuan Inul di media massa tentang perilaku kehidupan
keluarganya yang sangat agamis.
Mendengar itu Abah Hasyim terlihat terdiam sesaat. Beliau tampak sedang
mempersiapkan jawaban. Namun jawaban yang kemudian ke luar dari mulutnya
adalah hal yang tak terduga. Abah malah mengajak si-penanya bercanda
sekaligus memberikan tamsil.
"Di Jawa Timur santri itu macam-macam talenta atau kemampuannya. Ada
santri yang qori dan korak. Kalau qori itu santri yang jago ngaji dan
korak itu santri yang bengal (nakal),'' kata Abah dengan nada ringan.
Sontak beberapa orang yang ada di ruangan itu tertawa ngakak.
'Kalau goyangan ngebor Inul itu bagaimana Abah?"
Sembari dengan masih mengulum senyum Abah berkata seperti ini. Dan,
jawabnya pun tak kalah mengejutkan:"Aku nggak tahu kenapa sih si-'arek
wedhok' iku (anak perempuan itu). Kuwi njoged opo kesurupan! (Itu menari
atau kesurupan!)." Bdeberapa orang yang ada di dalam ruangan itu pun
tertawa ngakak kembali.
Namun, bersamaan dengan jawaban itu tamu Abah yang berikutnya pun masuk
ke ruangan. Maka perbincangan ringan dengan berbagai macam tema itu
usai. Ketika menengok ke arah jendela kaca terlihat hari mulai gelap.
Lampu jalanan mulai menyala. Waktu Maghrib tak lama lagi akan segera
datang. Kami meninggalkan ruangan Abah dengan terus menyimpan memori
tentang kelakar profil sekelompok santri dan 'goyang ngebor' artis asal
Japanan, Inul Daratista.
Al Fatikhah untuk Abah Hasyim.[rol]