Wiranto: Dilaporkan Ke Mana Saja, Silakan


[tajukindonesia.net]       -       Keputusan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto memilih menggunakan jalur non-yudisial atau rekonsili­asi dalam upaya menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (kasus TSS) digugat pegiat hukum HAM.

Alhasil, Wiranto dilaporkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ke Ombudsman atas dugaan telah melakukan malad­ministrasi atas keputusannya itu.

Menanggapi itu, Wiranto mengaku siap untuk menghadapinya. Bahkan, dia tak mempermasalahkan jika dirinya dilaporkan ke lembaga penegak lain, selain ombudsman terkait masalah itu.

"Mau dilaporkan ke mana saja, silakan," kata Wiranto saat ditemui usai acara The 3rd Indonesia -Australia Ministerial Council Meeting on Law and Security di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, kemarin.

Kendati begitu, bekas Panglima ABRI itu tak mau berko­mentar banyak tentang pelaporan tersebut. Sebab, usai menjawab dia langsung meninggalkan kerumunan wartawan dan naik ke mobil dinasnya yang benom­or polisi RI 16.

Wiranto sebelumnya mengata­kan, pemerintah menginginkan adanya bentuk penyelesaian kasus HAM masa lalu tanpa menimbulkan masalah baru.
"Bangsa ini sudah terlalu berat untuk bersaing dengan bangsa lain terutama dalam situasi sekarang ini, jangan sampai kita menambah masalah ini, untuk memberikan tekanan pada pihak pemerintah dan bangsa indo­nesia yang sedang berjuang," ujar Wiranto.

Perlu diketahui, keputusan Wiranto memilih jalur non-yud­isial atau rekonsiliasi atas kese­pakatannya dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Imdadun Rahmat, setelah keduanya bertemu di Kantor Kementerian Polhukam, Senin 30 Januari lalu.

Menurut Imdadun kala itu, keputusan pemerintah memilih menggunakan jalur non-yudisial atau rekonsiliasi dalam menyele­saikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, didasari sikap politik pemerintah saat ini.

"Pilihan politik pemerintah saat ini kan jalur non-yudisial atau rekonsiliasi. Pemerintah maunya kan seperti itu. Makanya untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu ya menem­puh jalur non-yudisial," ujar Imdadun.

Imdadun bahkan mengaku, akan sulit bila penyelesaian kasus TSS dipaksakan melalui jalur pengadilan HAM ad hoc. Sebab, selain sudah menjadi pilihan politik pemerintah, selama ini pihak Kejaksaan Agung juga tidak bisa bekerja sama dalam menindaklanjuti hasil penyelidi­kan Komnas HAM.

"Kami memang mendorong jalur yudisialnya tapi kalau ke­mudian Kejaksaan Agung-nya tidak kooperatif terus, apa yang bisa dilakukan oleh Komnas HAM? Karena kalau penyelidik itu harus bekerja sama dengan penyidik," kata dia.

Di tempat terpisah, koordina­tor Kontras Haris Azhar men­gatakan, pelaporan ini untuk merespons kesepakatan antara Kemenko Polhukam dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang memilih proses rekonsiliasi dalam menyelesaikan perkara pelang­garan HAM berat. "Yang kami laporkan terutama Wiranto yang menjabat Menkopolhukam. Yang kedua, Komnas HAM," kata Haris di kantor Ombudsman, Kuningan, kemarin.

Di hadapan Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu, Haris menyampaikan dasar dugaan maladministrasi yang dilakukan Menkopolhukam dan Komnas HAM, yaitu keputusan penye­lesaian pelanggaran HAM berat melalui rekonsiliasi. *** [rmol]















Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :