Komisi III Menilai Hukum tak Berkuasa di Hadapan Ahok


[tajuk-indonesia.com]        -         Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Muhammad Syafi'i menilai Indonesia bukanlah lagi menjadi negara hukum, melainkan negara yang dikendalikan dengan kekuasaan.

Hal ini diutarakannya saat menanggapi dilantiknya lagi Basuki Tjahaja Purnam (Ahok) menjadi seorang gubernur.

Menurut Syafi'i, kembalinya Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta aktif adalah kejahatan besar yang dilakukan pemerintah.

Dan hal ini, kata dia, merupakan kejadian yang pertama kali terjadi seorang kepala daerah yang statusnya terdakwa kembali aktif.
Padahal, sesuai Pasal 83 ayat 1 UU No.23 Tahun 2014 dijelaskan, bahwa Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Jadi ini pertama kali terdakwa malah diaktifkan, harusnya kan dinonaktifkan. Karena Ahok hukum tidak berlaku, dan menjadikan republik NKRI ini berubah tidak lagi negara hukum, sudah menjadi negara kekuasaan," kata Syafi'i kepada TeropongSenayan di Jakarta, Minggu (12/2/2017).

Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini menilai, bila Presiden Joko Widodo tidak mengambil sikap terkait persoalan ini, maka Jokowi telah merestui Indonesia menjadi negara kekuasaan.

"Ini kejahatan besar," tegasnya.

Untuk itu, ia menegaskan, hukum harus ditegakan terkait orang-orang yang sudah melanggar hukum dengan mengaktifkan kembali Ahok sebagai Gubernur.

"Kalo Presiden NKRI, hukum harus ditegakkan dong. Kok aparat penegakan hukum kita seperti Polri diam saja ada pelanggaran, termasuk Kapolri Tito Karnavian," ungkapnya. [ts]





















Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :