Tuntutan FPI Tidak Relevan, Tito Jangan Biarkan Supremasi Intoleransi !
[tajukindonesia.net] Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian jangan tunduk terhadap
desakan Front Pembela Islam (FPI) untuk mencopot Kapolda Jawa Barat,
Irjen Pol Anton Charliyan.
Ketua Setara Institute, Hendardi,
mengatakan, tidak ada urgensi mencopot Kapolda setelah bentrokan fisik antara
Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) dan Front Pembela Islam (FPI) di
Bandung.
"Perlu ditegaskan bahwa pemeriksaan atas
Rizieq Shihab yang menjadi pemicu kericuhan itu adalah proses hukum biasa, yang
semestinya tidak perlu melibatkan massa, baik massa pendukung Terperiksa
ataupun massa pendukung Pelapor," kata Hendardi.
Menurut dia, proses hukum harus dibiarkan
sebagaimana mestinya alias tanpa membawa tekanan massa. Sayangnya, massa FPI
berhadapan dengan massa GMBI di tengah pemeriksaan Habib Rizieq.
"Siapapun pelaku kekerasan itu harus
diproses secara hukum," pinta Hendardi.
Dia mengatakan, penegakan hukum harus berlaku
pada anggota GMBI yang melakukan kekerasan. Begitu pula terhadap anggota FPI,
baik yang melakukan kekerasan di Bandung maupun yang diduga melakukan
pembakaran Sekretariat GMBI di Bogor.
"Dengan jalan ini, supremasi hukum akan
menjadi wasit yang adil bagi semua pihak," tegasnya.
Menurut Setera Institute, tidak relevan jika
massa FPI berdemonstrasi mendesak pencopotan Anton Charliyan dari jabatan
Kapolda Jabar, bersama Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Kalimantan Barat. Memang,
aspirasi ketidakpuasan dalam bentuk demonstrasi adalah hal yang biasa dan
dijamin oleh konstitusi. Tetapi ancaman dan ultimatum yang disebarluaskan oleh
kelompok FPI di ruang publik merupakan teror atas ketertiban sosial.
"Kapolri diharap bertindak proporsional dan
profesional atas desakan FPI ini. Jika aspirasi ini dituruti, maka tesis bahwa
supremasi intoleransi telah menguasai ruang publik dan mempengaruhi pergantian
jabatan publik akan semakin terbukti," ujarnya lagi.
"Tindakan itu akan menjadi preseden buruk
bagi tata kelola organisasi negara, seperti institusi Polri," tambah dia. [rm]