Ternyata...Buku "Jokowi Undercover" hanya Dijual Di Facebook


[tajukindonesia.net] Polisi terus mengusut kasus buku yang bikin heboh, "Jokowi Undercover". Tak hanya mentersangkakan penulisnya, Bambang Tri, kini polisi juga tengah menelusuri para pembeli buku yang dipromosikan si penulis lewat akun Facebook-nya tersebut.

Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Rikwanto menyampaikan, buku "Jokowi Undercover: Melacak Jejak Sang Pemalsu Jatidiri" sudah dibeli sejumlah orang. Berapa tepatnya, Rikwanto tak membeberkan karena masih dalam proses penelusuran. Hanya saja, dia memastikan, siapa saja yang pemesan buku tersebut akan ditelusuri untuk diketahui motif para pemesan buku tersebut. "Distribusinya masih kami lacak. Sudah berapa pemesan, siapa saja, tentunya ada alamat lewat internet," kata Rikwanto di kantornya, kemarin.

Rikwanto menceritakan, penulis sempat menawarkan buku tersebut ke sejumlah penerbit. Namun penerbit menolak karena menganggap konten hanya berisi opini pribadi dan tak bisa diterbitkan. Bambang Tri pun akhirnya mencari percetakan biasa dan mencetaknya sendiri. "Kami masih lacak di mana tempat cetaknya dan distribusinya," ujarnya. 

Sekadar latar, kasus ini bermula dari diskusi buku yang dibikin Bambang Tri. Buku itu berisi tuduhan serius terhadap Jokowi. Secara garis besar, buku setebal 400 halaman itu menyampaikan bahwa ibunda Jokowi, Sudjiatmi Notomihardjo, bukan ibu kandung yang sebenarnya. Jokowi adalah anak Mrs. X yang diyakini keturunan Tionghoa, dan dengan demikian mengalir darah komunis di tubuhnya. Selain itu misalnya, penulis juga menyebut Jokowi telah memalsukan data saat mengajukan diri sebagai calon presiden pada 2014. 

Atas buku tersebut, Michael Bimo Putranto (pengusaha asal Solo) melaporkan Bambang ke polisi atas tuduhan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan atau fitnah. Dalam buku itu, Bambang menyebut Bimo sebagai saudara kandung Jokowi. Tudingan itu juga ia unggah di YouTube. Dalam video berdurasi 1 menit 29 detik itu ia mengatakan, "Saya tidak rela lembaga kepresidenan dilecehkan seseorang yang memalsukan daftar riwayat hidupnya," katanya.
Jelang pergantian tahun, Bambang pun ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Tak hanya lewat video, Bambang Tri pun rajin mengunggah status di akun Facebooknya. Misalnya dia mengomentari langkah Michael Bimo yang melaporkannya ke polisi, membandingkan dengan presiden sebelumnya. "SBY dibilang punya istri dua, SBY yang lapor, bukan adik SBY. Pak Harto dibilang korupsi, Pak Harto yang lapor, bukan Probosutejo," tulisnya dengan huruf kapital. Soal berapa buku yang dipesan, dalam salah satu postingannya Bambang menulis ada 8 ribu orang yang memesan bukunya.

Bambang juga memposting status bahwa dirinya telah mengirim tulisannya itu untuk meminta konfirmasi kepada Presiden Joko Widodo. "Saya sudah konfirmasi Presiden Jokowi. No respons tiga bulan lalu," ujarnya disertai bukti pengiriman dokumen itu ke kantor Menteri Sekretaris Negara.

Jelang pergantian tahun, Bambang ditangkap polisi di Blora, Jawa Tengah, dan kemudian dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar, buku ini tidak memberikan pendidikan kepada publik secara baik. 

"Kalau informasi itu memberikan sebuah pendidikan kepada masyarakat maka itu bagus," kata Boy. "Tapi kalau dibuat, disusun untuk tujuan yang sifatnya mendiskreditkan, penghinaan, kemudian menyajikan data informasi yang tidak didasarkan hasil penelitian atau pun berdasarkan keterangan dari pihak-pihak yang dapat dipertanggungjawabkan berarti itu sama dengan menebar fitnah," jelasnya.

Akibat ulahnya itu, Bambang dikenakan Pasal 16 UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Ia juga dijerat Pasal 28 ayat 2 UU ITE karena menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Selain itu, Bambang dianggap melanggar Pasal 207 tentang penghinaan terhadap penguasa.

Sekilas, kasus seperti ini mengingatkan pada Presiden ke-6 SBY dengan buku "Gurita Cikeas" yang dibikin George Aditjondro. Hanya saja, saat itu SBY lewat jubirnya hanya mengklarifikasi dengan menyebut buku tersebut fitnah. Tidak ada pelarangan atau penahanan terhadap penulis sampai meninggal Desember lalu.

Sampai saat itu, Istana belum menyampaikan klarifikasi. Dalam pertemuan dengan para pemimpin media nasional kemarin, Jokowi hanya menyampaikan prihatin dengan berkembangnya isu-isu yang tidak jelas melalui media sosial, termasuk adanya buku "Jokowi Undercover". *** [dnws]






Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :