Netizen Heboh... Menimbang Kunjungan Anies Baswedan Ke Markas FPI
[tajukindonesia.net] Langkah politik yang
diambil oleh cagub Pilkada DKI nomor 3, Anies Baswedan (AB) untuk mendekati
ormas Islam FPI dan Imam Besarnya, Habib Rizieq Shihab (HRS) menjadi topik
utama dalam wacana publik di medsos. AB, tokoh muda, yang kredensial politiknya adalah komitmen
terhadap demokrasi, inklusifisme, kesantunan politik, dan pro rakyat kecil, itu
seperti sedang dipertaruhkan dengan langkah tersebut, setidaknya di mata para
pengritiknya. Pihak yg disebut terakhir itu pada umumnya menyesalkan dan masgul
dengan strategi kampanye mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut,
karena hal itu dapat dibaca sebagai sebuah pengakuan politik (political
appeassement) beliau kepada kekuatan Islam politik yang selama ini termasuk
dikritiknya.
Bukan hanya itu. Sebagai seorang tokoh yang
namanya diakui internasional sebagai pembawa suara Islam moderat dan pegiat
demokrasi, langkah AB dianggap sebagai pertanda buruk bagi kaum moderat Islam.
Foto AB yang sedang berpidato sambil berdiri dan di sampingnya HRS duduk sambil
memandang dengan kagum, kini viral di dunia maya.
Tak pelak lagi, pesan dari snapshot foto tersebut
kini telah ditafsirkan dengan berbagai cara, tergantung dari perspektif dari
sang penafsir. Kendati AB sendiri, kehadiannya ke markas FPI tak lebih hanya
kunjungan menghadiri seminar, dan kesempatan memberikan klarifikasi atas
berbagai kesalahpahaman dan isu miring yang ditudingkan kepada dirinya.
Publik tentu berhak untuk menilai langkah politik
AB, baik yang mendukung maupun yang mengritik beliau.
Bagi saya sebagai pengamat politik, langkah
tersebut saya lihat sebagai sebuah manuver kampanye Pilkada yang harus diambil
oleh AB karena posisinya yang sampai hari ini masih belum mampu menggeser
lawan-lawannya. Paslon nomor satu, Agus Yudhoyono dan Silvy, masih tetap
bertengger di posisi paling atas, sementara paslon nomor dua, Ahok dan Djarot,
masih juga belum mengalami pergeseran berarti, kendati menghadapi begitu banyak
tekanan politik dari berbagai penjuru.
AB tampaknya mencoba bersikap realistis dan
mencoba mendekati kantong suara pemilih Islam yang berada di bawah pengaruh
HRS. Sang Imam Besar FPI itu, dalam hitung-hitungaan AB, adalah salah satu
tokoh yang kini menjadi pusat gravitasi politik massa Islam di Jakarta. Jika
tokoh 'kelas berat' seperti HRS tidak didekatinya, tentu akan menguntungkan
paslon nomor satu, yang sudah diberitakan media memiliki kedekatan dengan FPI!
AB tentunya telah menghitung resiko dari
manuvernya. Beliau sebagai seorang politisi yang sedang bertarung untuk menang
sebagai kandidat Gubernur, bisa jadi tak lagi terlalu mempersoalkan citra yang
selama ini dibangun dan menjadikannya seperti sekarang, termasuk idealisme yang
selama ini menjadi acuannya. Politik adalah soal mobilisasi kekuatan, dan
politik elektoral ditentukan di bilik suara. AB tampaknya sedang menjalani
sebuah proses perubahan, dari seorang aktivis cum politisi yang idealis menjadi
seorang politisi yang realistis, kalau toh bukan pragmatis.
Mungkin beliau sudah memaklumi bahwa di negeri
ini, idealisme dan citra baik saja tak cukup. Kemampuan untuk merangkul
sebanyak mungkin pendukung demi kemenangan di bilik suara menjadi tujuan yang
lebih kongkrit.
Bisa jadi beliau beranggapan bahwa jika nanti
sudah unggul, maka pencitraan akan mudah dicipta kembali. Kredo yang dipakai AB
adalah "kemenangan memang bukan semuanya, tetapi hanya satu-satunya". Winning is not
everything, but the only thing! Dan tentu saja AB tahu benar akan resikonya. [***]
Penulis adalah pengamat politik President
University. Tulisan diambil dari halaman facebooknya. [rm]