Ketum PBNU Sinis Terhadap Kelompok Islam, Sikap Ketum ini Orderan Istana kah?
[tajukindonesia.net] Di tengah sorotan umat
Islam terhadap Pemerintahan, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj (SAS) justru
menunjukkan kemesraan dengan Presiden Joko Widodo. NU pun akhirnya menjadi
tersandera dan kehilangan daya kritis untuk membela kehidupan rakyat.
"Lebih prihatin, SAS
sering kali melontarkan sinisme terhadap kelompok Islam terkait dengan stigma
intoleran, anti kemajemukan, radikalisme dan sebagainya," jelas Ketua
Progres 98, Faizal Assegaf, (Senin, 16/1).
Menurutnya, tindakan Kiai Said pun dicurigai atas
arahan dan "orderan" Istana untuk menyudutkan ulama dan kelompok
Islam yang dianggap sebagai musuh penguasa.
Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dia
menambahkan, juga mendapat sorotan. Namun gaya kepemimpinan Haedar di hadapan
rezim Jokowi dinilai sangat membanggakan, elegan, bermartabat dan visioner.
"Maklum, para tokoh dan kader Muhammadiyah
memiliki integritas, intelektual yang teruji dan cenderung bersikap waspada
serta berupaya mengambil jarak dari penguasa. Asbab itu, membuat Muhammadiyah
menuai simpati dari kalangan umat Islam," urainya.
Tidak bermaksud melecehkan Kiai Said, SAS,
sambungnya, harus diakui Haedar HN nyaris tidak pernah mengumbar kebencian
secara sporadis kepada kelompok-kelompok Islam yang progresif.
Misal, soal kemunculan gerakan Aksi Bela Islam.
Sikap Haedar sangat jelas sejalan solidaritas umat Islam untuk menuntut
keadilan dalam kasus penistaan Al Qur’an. Haedar sadar bahwa sebagai tokoh
Islam wajib dan bertanggungjawab membela aspirasi umat.
"Sebaliknya, SAS tampak cuek bahkan mengambil
posisi yang berseberangan. Tapi kalau hal-ihwal kepentingan penguasa dan
kelompok minoritas, SAS tampil paling terdepan dan sok menjadi tokoh yang
toleran, pluralis dan demokratis," ucapnya.
Perilaku tersebut, lanjutnya, wajar bila umat
Islam menyindir SAS dengan julukan dirinya ulama Istana. Yakni, lihai mengais
keuntungan pragmatis di atas derita kehidupan rakyat. Modus politik
transaksional yang mencerminkan kemunafikan.
"Sebagai keluarga NU, saya dan jutaan warga
Nahdliyin lainnya tentu prihatin dengan langgam Ulama Istana model SAS.
Perilaku bobrok itu telah menimbulkan daya rusak yang serius terhadap jatidiri,
budaya dan organisasi NU," tandasnya. [rm]