Jangan Hanya Kecam Jeremy Teti Secara Personal, Ini Harapan Besar Ninin Kholida Pasca Tulisannya Viral


[tajukindonesia.id]       -       Pasca tulisannya yang berjudul "Menyewa Rahim Membeli Tuhan" sebagai respon atas pernyataan Jeremy Teti viral di media sosial, Ninin Kholida sang penulis tulisan tersebut membuat postingan baru (26/12) yang mengkritisi agar kita tidak perlu mengecam Jeremy Teti secara personal, melainkan melawan ide yang ia bawa, karena bahaya LGBT yang memang tersistematis dan bersifat global. Bukan tidak mungkin upaya mereka di Indonesia gol jika kita tidak waspada.


Baca juga : Makjleb, Tulisan Ibu Hamil Ini Tampar Jeremy Teti yang Sebut Pasangan Sejenis Bisa Punya Keturunan dengan Sewa Rahim

Berikut tulisan lengkap Ninin Kholida:

Bukan wacana tunggal di ruang hampa

Saya tidak menyangka bahwa tulisan yang saya tulis secara spontan di dinding FB saya akan menjadi viral dalam dua hari ini hingga dibagikan hampir 30ribu kali, belum termasuk di beberapa website dan akun instagram. Benar bahwa tulisan itu memang tulisan ibu hamil yang barangkali sensitive, wajar jika ada yang mengatakan saya alay dan terlalu mendramatisir ucapan JT.

Silahkan berpikir demikian, namun ketahuilah bahwa ibu yang sedang hamil berada pada posisi yang sangat menghayati fitrah keibuannya. Hamil adalah sebuah ‘training’ panjang selama 9 bulan, masa pelatihan khusus yang ALLah berikan pada seorang perempuan untuk mengasah berbagai emosi jiwa dan menghayati berbagai hal untuk mempersiapkannya menyambut kelahiran anak manusia. Saya menulisnya dalam keadaan menangis, marah, prihatin dan banyak berdoa, sesekali mengelus-elus perut yang merasakan tendangan halus bayi di perut saya. Saya tidak bisa menjamin bahwa masih akan hidup selepas melahirkan anak saya atau tidak, tidak ada yang tahu selain ALLah SWt. Namun saya berharap bisa mendampingi dan mendidik mereka di jaman yang fitnahnya makin merajalela ini.

Wacana yang diungkapkan JT tentang surrogacy bukan wacana yang berdiri sendiri di ruang hampa. Jadi tak perlu juga mengeluarkan sumpah serapah secara personal pada JT dan mendoakan berbagai keburukan buatnya. Yang kita lawan adalah ‘ide’ yang disuarakan JT, dan ide itu bukan sekedar kelebat pikiran personal seorang JT. Yang kita hadapi hari ini adalah gelombang besar ‘perang pemikiran’.

Karena itu marah saja tak cukup, kita semua harus punya alasan yang kuat dan shahih atas kemarahan ini. Karena alasan itu kemudian akan diuji, diadu keabsahan dan kebenaran ‘nalarnya’ bukan hanya di dinding facebook, instagram atau media sosial lainnya.

Akan diuji nalar logika, kemaslahatan dan mudharatnya di ruang-ruang sidang parlemen dan pengadilan. Kelak, bukan like dan share di media sosial yang akan menentukan apakah sebuah wacana menjadi ‘benar-salah’ dan legal atau illegal dalam pandangan Negara. Jangan sampai payung hukum dan kebijakan mengenai wacana yang beredar di masyarakat ini bergerak lebih lambat dan masalah sosial yang berkembang. Karena itu saya yang hanya ibu rumah tangga ini, selanjutnya berharap benar agar para pakar di bidang hukum, kedokteran, sosiologi, para pemuka agama dan pemangku kebijakan segera merespon hal ini.

“Yaelah 2019 masih lama kale”; “jangan semua ujung-ujungnya dihubungkan ke politik”. Begitu komentar beberapa netizen, sekarang anda boleh berkata seperti itu, tapi ini semua wacana pada akhirnya membutuhkan kekuatan politik untuk menjadi hukum dan kebijakan. 

Hari Kamis lalu (7 Desember) Negara tetangga Australia kita telah mengesahkan peraturan tentang dibolehkannya pernikahan sesama jenis. ‘kemenangan’ itu langsung disambut oleh ‘aksi dramatis’ duta besar Australia untuk perancis yang secara terbuka mengumumkan di media sosial saat melamar pacar sesama jenisnya.
Kaget ? ada lebih dari 22 negara di dunia yang sudah mengesahkan persetujuan atas pernikahan sesama jenis, antaralain : Belanda, Kanada, Spanyol, Denmark, Selandia Baru, Perancis, Uruguway, Portugal, Brazil, Islandia, Swedia, Norwegia, Afrika Selatan, Belgia, Skotlandia, Amerika Serikat (lebih dari 36 negara bagian dan distrik) Jerman, Greendland, Irlandia, Findlandia, Luxemburg, Scotlandia, Inggris dan Wales. Baru-baru ini Taiwan merupakan Negara pertama di ASIA yang juga mengesahkan legalnya pernikahan sesama Jenis. Penetapan dukungan melalui konsitusi selain didukung oleh parlemen juga disokong oleh para pemimpin negaranya sendiri.

Ada beberapa negara yang pada akhirnya dipimpin oleh penyuka sesama jenis ini, misalnya perdana mentri luxemburg, PM Irlandia, PM Serbia. 'Karena pemimpin adalah cerminan rakyat yang dipimpin'. Karena itu membenahi rakyat dan memilih pemimpin yang berintegritas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan...

Sekali lagi wacana yang diucapkan JT tentang surrogacy bukanlah sebuah wacana tunggal. Gerakan mereka massif, terstruktur dan didukung bukan hanya oleh dana besar tapi juga back up politik dan lobi internasional.

Cermati saja polanya, paling halus adalah perang wacana : sehingga masyarakat tak lagi melihat homoseksualitas sebagai penyakit, tapi sebuah kewajaran. Orang yang sadar dirinya sakit, akan lebih mudah mencari pertolonganuntuk menyembuhkan sakitnya. Namun mereka yg sakit, namun terus menyangkal keadaannya akan lebih sulit disembuhkan. Bahkan relatif membahayakan yang laun karena rentan menularkan sakitnya.

Masyarakat akan dibuat melihat fenomena ini bukan lagi sebagai hitam putih, tapi abu-abu, dibuat tidak yakin dengan pendapatnya sendiri bahwa ‘perilaku seks menyimpang’ mereka bukan hanya tabu, tapi merusak dan merugikan bagi diri mereka sendiri dan masyarakat. Masyarakat diminta lebih banyak berempati pada keadaan mereka (namun mereka sendiri tak mau berempati dan bertanggungjawab atas kerusakan sosial yang dibuatnya). HAM selalu mereka pakai sebagai senjata untuk pembenaran atas perilaku menyimpang dan kerusakan sosial yang mereka lakukan.

Tapi homoseksualitas bukan hanya tentang identitas diri, tapi juga serangkaian perilaku seksual dan sosial. Ini, bukan wacana tunggal. Semua saling berkaitan. Maka lihatlah puzzle yang terserak dalam sebuah gambar utuh, arus pemikiran liberal, penyelundupan narkoba, buku, majalah dan film selangkangan, pornografi, zina, perkosaan, pembunuhan pasangan, pedofilia dll. Ketika kerusakan merajalela, sementara arus pencegahan dan terapi atas masalah tersebut jauh sangat kecil ketersediannya. Maka jebol, jadi banjir masalah yang akan terus membuat energy bangsa ini terkuras untuk mengatasinya.

Dan itu tugas kita semua, tak akan selesai hanya dengan sumpah serapah.

Setelah jumlah mereka kian banyak, masalah sosial makin menumpuk, maka mereka akan menjadi komunitas baru dengan daya ‘tawar’ dan panggung tersendiri dalam masyarakat. Aktivisnya tak lagi malu-malu, toh jumlah mereka sekarang bereksponen sangat cepat. Lalu apa yang diminta setelah hak pribadi mereka diakui ? tagar yang akan mereka kampanyekan adalah #marriageEquality.

Kelak mereka akan berkata bahwa membatasi pernikahan hanya pada pasangan heteroseksual adalah melanggar amanat konsitusi bahwa semua warga Negara sama kedudukannya di mata hukum. Karena itu kemudian mereka menyerukan perlunya #FamilyEquality padahal merrka sendiri jelas jelas melecehkan fitrah pernikahan.

Setelah pernikahan disahkan Negara, selanjutnya mereka akan menyerukan adopsi anak, penggunaan teknologi ART dan surrogacy agar mereka juga bisa menjadi ‘keluarga’. Berhenti sampai di situ ? oo tidak, selama hawa nafsu menjadi TUhan maka gerakan ini akan terus menggilas.

Mereka bukan hanya meminta masyarakat menerima, mendukung dan melegalkan keberadaan lesbian, Gay, transegender tapi juga akhirnya meminta kita semua menerima perilaku predator seksual mereka pada anak anak lewat gerakan Pedosexual dan mengkampanyekan #loveisageless. Jika kita mengamini kerusakan di satu fase, maka kerusakan itu akan terus menggelinding semua tatanan kemanusiaan dan peradaban. Sehingga bukan hanya manusia saja yang terancam, tapi bahkan hewan dan benda mati macam boneka/sex toy yang ikut ‘jadi korban’ hawa nafsu seksual yang dipuja.

Kita tidak bisa mengatasi semua ini hanya dengan kekahwatiran dan kegalauan. Karena itu berhenti galau dan mulailah beramal, bersama-sama. Tak perlu kita berpecah belah dalam perkara remeh-temeh, karena kita harus bersatu untuk menyelesaikan banyak masalah besar di Negara ini dan umat manusia di muka bumi.

Ini penghujung 2017, semoga keresahan ini jadi momentum untuk bersatu, bergerak bersama untuk jadi solusi atas semua permaslahan bangsa ini ...

kembalilah ke rumah. Benteng terkuat dalam tataran masyarakat. Kembalilah pada kebenaran, kembalilah pada Allah : karena ALLAH adalah sebaik-baik penolong.[tri]



Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :