Pakar Komunikasi: Jika Mau Damai, Ikutkan ‘Ahoker’ Penataran P4 dan Bela Negara
[tajuk-indonesia.com] - Pakar komunikasi politik Eliya berpendapat, perpecahan umat di Indonesia berawal dari Pilkada DKI Jakarta. Di mana penistaan agama di Pulau Seribu masih berlanjut hingga saat ini.
“Kalah Pilkada DKI, kriminalisasi terhadap Ulama, UU Ormas yang dipakai untuk Bubarkan HTI yang tak bersalah hanya karena kalah. Move On Yuk,” tulis Eliya di akun Twitter @eliya_mkom.
Terkait hal itu, Eliya menegaskan bahwa untuk menyelesaikan persoalan perpecahan umat, pembubaran pengajian oleh ormas harus ditindak. “Kalau mau rukun gampang aja sih. UU Ormas udah mau direvisi. Batalkan pembubaran HTI, tindak pembubaran pengajian oleh ormas. Lepaskan Jonru. Percuma pemerintah membentuk lembaga baru untuk kerukunan, karena akar permasalahannya ada disisi kelompok pendukung penguasa. Move on yuk,” beber @eliya_mkom.
Tak hanya itu, menurut Eliya, jika Indonesia ingin damai, hukum harus ditegakkan dengan adil. “Kalau mau damai, tegakkan hukum dengan adil. Lepaskan BuniYani, kumpulkan mantan pendukung Ahok kasih penataran P4 dan Bela Negara,” sindir @eliya_mkom.
Eliya mendesak agar ulama diberikan jaminan kebebasan untuk berdakwah. “Stop Kriminalisasi Ulama, berikan jaminan kebebasan untuk berdakwah, bubarkan pengajian sama saja memupuk kembali SARA yang bikin Ahok dipenjara,” tegas @eliya_mkom.
Secara khusus Eliya mengingatkan, Pilkada 2018 seyogyanya tidak ada lagi masalah SARA. “Pilkada 2018 seyogyanya tak ada lagi masalah SARA, kecuali penguasa terus memeliharanya dengan bersikap tak adil, berpihak pada buzzernya. Jika isu SARA kembali mendominasi dalam Pilkada 2018, kekalahan telak akan menjadi nyata. Biarkan Ulama Berdakwah, tak usah pakai ditolak,” jelas @eliya_mkom.
Diberitakan sebelumnya, tiga da’i kondang ditolak memberikan ceramah agama di sejumlah tempat. Yakni, Ustadz Felix Siauw, Ustadz Bachtiar Nashir (UBN), dan KH Ahmad Shabri Lubis.
Felix Siauw ditolak di Bangil, Jawa Timur, sementara KH Ahmad Shabri Lubis dan UBN ditolak oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Garut, Jawa Barat.[ito]