SP PLN: Krisis Keuangan PLN Ditunggangi Upaya Swastanisasi
[tajuk-indonesia.com] - Kondisi keuangan PLN yang mengkhawatirkan terutama dalam kemampuan untuk membayar utang sebagaimana yang terungkap pada surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Menteri ESDM dan Menteri BUMN membuat Serikat Pekerja PLN (SP PLN) merasa was-was, pasalnya terindikasi solusi yang didorong pihak pemerintah agar memperbesar peranan IPP dalam kelistrikan nasional.
Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda menuturkan sesungguhnya PLN maupun Swasta dalam melakukan pembangunan pembangkit tidak terlepas dari utang kepada lembaga keuangan. Namun bedanya, apa bila swasta yang melakukan pembangunan, maka PLN makin terbeban dengan sistem take or pay pada swasta.
“Sementara solusi yang diutarakan dan akan diambil oleh Kementerian ESDM dan BUMN justeru dipandang tidak tepat yang akan semakin menggerus keuangan PLN itu, seperti upaya semakin memperbanyak dominasi swasta dalam pembangunan pembangkit seperti pernyataan Menteri ESDM yang akan memberikan sebagian porsi PLN yang cuma 10.000 MW kepada swasta yang sebelumnya sudah mendapat porsi 25.000 MW untuk membangun,” kata Jumadis secara tertulis, Kamis (5/10)
“Bila swasta yang membangun pembangkit, justru PLN dikenai kewajiban take or pay. Ambil atau tidak diambil kWh produksi listriknya maka PLN harus bayar dengan capacity factor 80%. Tentu kondisi ini lebih menyulitkan PLN lagi,” ujar dia.
Demikian juga pendapat Menteri BUMN yang akan menjual aset pembangkit PLN yang sehat kepada swasta, lanjut Jumadis. Dia melihat ada yang aneh dari pernyataan Kementerian ESDM dan BUMN tersebut.
“Kita melihat aneh saja solusi yang disampaikan. Apakah ini karena ketidaktahuan Menteri yang bersangkutan karena memang bukan dikompetensinya atau mungkin ada unsur kepentingan lain”, bukanya.
Di sisi lain, Serikat Pekerja PLN melihat bahwa solusi untuk menurun biaya produksi ( bpp ) seperti di surat Menkeu itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan terutama di energi primer.
Menurut Jumadis dari bauran energi serta harga energi primer saja bila dilakukan efisiensi mencapai Rp 40 Triliun / tahun. Apalagi katanya, kalau pemerintah melakukan inisiatif untuk meninjau ulang partisipisas swasta dan kualitas pembangkit yang dibangun hingga menyebabkan biaya pemeliharaan yang lebih besar.
“Seharusnya dari ketiga unsur ini saja PLN bisa mencegah pemborosan Rp. 60 Triliun/ tahun. Ini merupakan penghematan yang signifikan untuk PLN agar keuangan PLN bisa sehat,” tegas dia.
Lebih jauh Jumadis juga menyinggung kebocoran-kebocoran lain seperti permasalahan Marine Vessel Power Plant ( MVPP ). Informasi yang ia peroleh, MVPP di Belawan menimbulkan ketidakefisienan PLN mencapai Rp. 650 Milyar / tahun. Kemudian permasalahan makelar yang banyak mengeroyok eksistensi PLN.
“Bukankan Presiden sendiri yang telah membuka dan mengungkapkan saat peresmian PLTP Lahendong diakhir 2016 yang lalu bahwa listrik Indonesia mahal karena banyak broker dan makelar. Sehingga harga listrik Indonesia lebih mahal dari negara lain. Kita dukung Presiden untuk memberantas itu,” pungkas Jumadis.
Pewarta : Dadangsah Dapunta
[aktual]
Demikian juga pendapat Menteri BUMN yang akan menjual aset pembangkit PLN yang sehat kepada swasta, lanjut Jumadis. Dia melihat ada yang aneh dari pernyataan Kementerian ESDM dan BUMN tersebut.
“Kita melihat aneh saja solusi yang disampaikan. Apakah ini karena ketidaktahuan Menteri yang bersangkutan karena memang bukan dikompetensinya atau mungkin ada unsur kepentingan lain”, bukanya.
Di sisi lain, Serikat Pekerja PLN melihat bahwa solusi untuk menurun biaya produksi ( bpp ) seperti di surat Menkeu itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan terutama di energi primer.
Menurut Jumadis dari bauran energi serta harga energi primer saja bila dilakukan efisiensi mencapai Rp 40 Triliun / tahun. Apalagi katanya, kalau pemerintah melakukan inisiatif untuk meninjau ulang partisipisas swasta dan kualitas pembangkit yang dibangun hingga menyebabkan biaya pemeliharaan yang lebih besar.
“Seharusnya dari ketiga unsur ini saja PLN bisa mencegah pemborosan Rp. 60 Triliun/ tahun. Ini merupakan penghematan yang signifikan untuk PLN agar keuangan PLN bisa sehat,” tegas dia.
Lebih jauh Jumadis juga menyinggung kebocoran-kebocoran lain seperti permasalahan Marine Vessel Power Plant ( MVPP ). Informasi yang ia peroleh, MVPP di Belawan menimbulkan ketidakefisienan PLN mencapai Rp. 650 Milyar / tahun. Kemudian permasalahan makelar yang banyak mengeroyok eksistensi PLN.
“Bukankan Presiden sendiri yang telah membuka dan mengungkapkan saat peresmian PLTP Lahendong diakhir 2016 yang lalu bahwa listrik Indonesia mahal karena banyak broker dan makelar. Sehingga harga listrik Indonesia lebih mahal dari negara lain. Kita dukung Presiden untuk memberantas itu,” pungkas Jumadis.
Pewarta : Dadangsah Dapunta
[aktual]