Sssttt... Tjahjo Kebanjiran SMS Desakan Mundur


[tajuk-indonesia.com]           -           Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku kena getah dari maraknya penangkapan kepala daerah yang dilakukan KPK. Dia bilang, dalam beberapa hari ini telepon genggamnya kebanjiran SMS yang mendesaknya untuk mundur karena dianggap gagal membina para kepala daerah.

Cerita itu disampaikan Tjahjo saat menghadiri acara ulang tahun ke-7 Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) di kantor BNPP, Jalan Kebon Sirih, kemarin. Tjahjo mengatakan, tak lama setelah Walikota Batu, Malang, Eddy Rumpoko ditangkap KPK, telepon genggamnya menerima ratusan pesan pendek. Dari malam hingga pagi. Isinya kurang lebih sama. Mendesak Mendagri segera mundur dari jabatannya. "Anda gagal untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang mencoreng nama bapak Presiden," kata Tjahjo, menirukan bunyi isi pesan pendek tersebut.

Tjahjo bilang, tak membalas semua pesan tersebut. Dari semua pesan yang masuk, Tjahjo mengaku hanya membalasnya sekali. Isinya, Tjahjo mengaku siap bertanggung jawab jika maraknya yang operasi tangkap tangan kepala daerah yang dilakukan KPK adalah kesalahannya. Namun menurut Tjahjo, urusan tertangkap tangan, itu kan urusan pribadi. "Enggak ada instruksi dari Mendagri harus mengambil dana atau memotong proyek sekian persen," kata Tjahjo.

Tapi, lanjut dia, jika Presiden menganggap itu bagian dari kesalahannya, ia siap dicopot dari jabatannya oleh Presiden. "Saya bertanggung jawab kalau ini dianggap kegagalan saya. Saya serahkan pada Bapak Presiden karena yang berhak mencopot saya adalah bapak Presiden," jelasnya.
Sekadar latar saja, setidaknya ada enam kepala daerah yang kena OTT dalam sebulan ke belakang ini. Yang paling anyar adalah operasi penangkapan Walikota Batu Eddy Rumpoko Jumat kemarin. Sebelumnya KPK juga menangkap Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen, Walikota Tegal Siti Mashita, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, dan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti.

Agar kasus serupa tak berulang Tjahjo mengingatkan kepala daerah harus lebih hati-hati dalam mengemban tugas. Peringatan ini khususnya untuk mereka yang akan kembali mencalonkan diri pada penyelenggaraan pilkada. Karena jika tidak hati-hati, para kepala daerah itu bisa terjerumus dalam kasus korupsi. Dia bilang, kepala daerah yang akan maju lagi rawan kena jebakan. Tjahjo menegaskan, jebakan yang dimaksud itu bukan inisiatif KPK, melainkan dilakukan oleh orang-orang di sekitar kepala daerah tersebut. Bahkan, menurut dia, mungkin saja jebakan tersebut sengaja dibuat oleh lawan politiknya. Kemudian, tindakan koruptif tersebut diketahui KPK dan ditindaklanjuti dengan penangkapan.

"KPK kan infonya dari masyarakat, bukan pasang CCTV di semua daerah, tidak. Tapi KPK punya informasi dari masyarakat, lebih kecil lagi (yakni) lingkungan," kata Tjahjo.

Tjahjo mencontohkan jebakan itu seperti ada seseorang bertamu ke kantornya. Kemudian menaruh barang di kantornya. "Begitu saya ambil, OTT," ungkap Tjahjo. Karena itu Tjahjo mengimbau agar seluruh elemen tetap berhati-hati dengan sekelilingnya. "Bukan curiga dengan teman, tapi apa pun kita harus cermat menerima tamu, kita harus cermat membuat kebijakan, cermat membuat keputusan," pungkasnya.

Pengamat politik Syahroni menilai ada beberapa hal yang menyebabkan kepala daerah terjerat OTT KPK. Pertama sistem politik elektoral menimbulkan biaya yang sangat tinggi sehingga aktor-aktor politik, seperti para kepala daerah, cenderung terjerat ke dalam sistem koruptif. Selain itu, aparat penegak hukum di daerah setempat, kejari hingga kejati atau polres hingga polda, belum menunjukkan kinerja maksimal, sehingga tindak korupsi di daerah lolos dari jeratan hukum.

Dalam kasus seperti ini, dia bilang, KPK semestinya memerankan diri sebagai supervisor. Berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan di wilayah tersebut. Agar, KPK juga fokus dengan kasus-kasus besar yang ada. Namun, lanjut dia, rupanya KPK lebih senang terjun sendiri menindak para kepala daerah, sehingga kasus-kasus besar yang semestinya menjadi target KPK terlihat kurang tergarap secara maksimal. "Banyak kasus besar KPK, kurang tergarap, karena terjun sendiri menindak kepala daerah yang korupsi," pungkasnya.   [rmol]














Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :