Sudah Jadi Bagian Sejarah Indonesia, Paham Khilafah Tak Boleh Disebut Radikal


[tajuk-indonesia.com]       -       Larangan terhadap organisasi yang menganut paham khilafah dinilai sebagai langkah yang tak tepat. Pasalnya, paham khilafah di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu.

Menurut Sekjen Forum Umat Islam (FUI), Uztad Al Khaththat, khilafah sudah ada sejak zaman Sultan Agung.

“Sultan Agung, Raja Mataram itu kan gelarnya senopati ing alogo sayidin panotogomo khalifatullah. Nah sudah diterapin itu Sultan Agung. HTI malah masih wacana,” kata Al Khaththat saat ditemui acara milad FPI ke 19 di Stadion Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (19/8/2017).

Al Khaththath mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo yang menyebut paham khilafah tak sesuai dengan Indonesia.

“Kalau Sultan agung sudah menjadi kenyataan. Jadi seharusnya orang Indonesia tidak perlu merasa aneh, apalagi orang Jawa. Kan leluhur kita,” tuturnya.

Sama halnya dengan jubah yang biasa dipakai tokoh Islam. Menurut pria yang bernama asli Gatot Septono ini agak aneh kalau orang pakai jubah dibilang tak nasionalis.

“Dikatakan, ‘Wah itu bukan nasional’. Siapa bilang bukan nasional? Imam bonjol, Diponegoro. Sultan Hasanudin, semua pakaiannya itu. Mereka pahlawan nasional kan? Lah mereka dapat gelar pahlawan nasional berarti pakaian nasional dong kalau gitu,” ucapnya.

Maka dari itu, dia meminta pemerintah kembali membuka lembaran sejarah. “Mungkin dia (pemerintah) belum baca. Lupa. Kan Bung Karno mengatakan, jasmerah. Jangan melupakan sejarah,” tutupnya seraya tersenyum.

Diketahui, paham khilafah belakangan menjadi sorotan di Indonesia. Pasalnya, karena sejumlah ormas dituding menganut paham itu terbitlah Perppu Ormas.

Hingga kini, Hizbut Tahrir Indonesia sudah merasakan ‘galaknya’ Perppu Ormas. Lewat Perppu itu, pemerintah membubarkan HTI karena dianggap ingin mendirikan negara khilafah yang tak sesuai dengan ideologi Indonesia.[krm]














Subscribe to receive free email updates: