Soal ini, SBY Sejalan Dengan Jokowi
[tajuk-indonesia.com] - Tiga mantan Presiden RI, kemarin, tampil memberikan kuliah umum di hadapan publik. Mereka adalah Megawati Soekarnoputri, BJ Habibie dan SBY. Pidato SBY diisi dengan apresiasi dan dukungan terhadap pemerintah. Ketum Demokrat itu minta rakyat optimis dan jangan cengeng. Kemajuan negara tidak datang dari langit, tapi harus diperjuangkan bersama. Soal ini, SBY sejalan dengan Jokowi.
Ketiganya tampil dalam sebuah acara dialog kebangsaan bertema "Mengelola Keberagaman, Meneguhkan Keindonesiaan" yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di kantornya, kemarin. Dialog ini digelar dalam rangka menyambut HUT RIke-72. Acara dimulai sekitar pukul 8.30 pagi. Meski hadir di acara yang sama, ketiganya tak duduk barengan dalam satu meja. Megawati mengisi sesi pertama, dilanjutkan Habibie dan diakhiri SBY. Mega datang lebih dulu dengan mengenakan batik dan selendang warna abu-abu. Sesaat sebelum sesi pertama usai, Habibie tiba di lokasi, melanjutkan sesi ke dua.
Habibie tampil dengan balutan batik lengan panjang warna kelabu dilengkapi peci. Kondisinya tampak sehat dengan mata yang masih menyala-nyala. Dia kemudian langsung mendatangi Mega saling menjabat erat dan cipika cipiki. Senyum keduanya tampak lebar. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Menristekdikti M Nasir tersenyum bangga melihat keakraban keduanya. "Kalau akrab begini jadi enak dilihatnya," celetuk seorang wartawan mengomentari moment tersebut. Mega spontan menjawab bahwa hubungannya dengan Habibie dekat sekali. "Pada nggak tahu saja," kata Mega, yang disambut tawa. Keakraban juga tampak saat Habibie dan SBY bertemu di pergantian sesi ke tiga. Keduanya bersalaman erat dan cipika-cipiki. Sebelum meninggalkan lokasi, Habibe terlihat berbincang dengan SBY.
Dalam pidatonya, Mega menekankan pentingnya riset dan teknologi dalam menghadapi tantangan bangsa ke depan. Senada disampaikan oleh Habibie, yang bercerita memimpin Indonesia di masa-masa reformasi.
SBY juga menyampaikan pengalaman serupa. Dia mengajak seluruh elemen bangsa menatap ke depan dan menjauhkan diri dari karakter negatif. Secara spesifik, SBY menekankan rakyat menghindari sifat pesimistik, cengeng, mudah mengeluh dan selalu menyalahkan orang lain.
"Kalau karakter negatif itu kita miliki, Indonesia tidak akan kemana-mana," kata dia. Menurutnya, sikap optimis penting dikedepankan untuk menghadapi tantangan di masa depan. Dia yakin dengan sikap optimis dan kerja keras, Indonesia sukses mengarungi abad 21. "Mari bangun betul semangat Indonesia bisa, kalau negara lain bisa maju, dengan kerja keras Indonesia juga bisa. Tapi kita tahu, negara maju, sukses tidak datang dari langit, harus diperjuangkan bersama," tuturnya.
Keyakinan terhadap masa depan Indonesia juga didasari perjalanan sejarah bangsa. SBY tak menampik proses jatuh bangun dalam perjalanan bangsa, namun menurutnya, sejak era kemerdekaan hingga reformasi Indonesia telah mengalami perubahan menuju arah lebih baik. Indonesia juga memiliki potensi untuk menjadi negara yang matang dalam berdemokrasi. Hal itu berdasarkan sejumlah indikasi seperti kemampuan keluar dari krisis dan kepemilikan sumber daya yang besar. "Tanpa disadari negara kita sedang mengalami transparansi. Dari Soekarno sampai Jokowi pasti ada success story," ujar SBY.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan Prof Asep Warlan Yusuf mengapresiasi kebersamaan dan keakraban yang ditunjukkan tiga tokoh tersebut. Begitu juga apa yang disampaikan tiga mantan presiden itu dalam pidatonya. Menurut dia, ini menandakan elite menyadari pentingnya kebersamaan, keguyuban dan persaudaraan penting untuk menguatkan bangsa. Bahwa saling hujat, saling memifitnah justru akan melemahkan bangsa.
"Jika elitenya guyub, pasti akan membawa keteduhan bagi yang ada di bawah," kata Asep saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.
Asep berharap suasana seperti ini terus ditampilkan oleh para elite. Dia menyadari dalam dunia politik itu ada juga ambisi. Tapi persaingan itu ada di soal program. Tidak sampai mempengaruhi hubungan di antara mereka. Hal ini ditunjukkan para pendiri bangsa, yang meski panas berdebat tapi tetap hangat saat di meja makan. Meski Asep menyadari, hubungan Megawati dan SBY sulit untuk akrab karena kadung patah hati. "Terlepas dari itu, HUT RI ke 72 ini ditandai dengan keakraban para tokoh. Bagus sekali," ucapnya.
Meski begitu, keakraban ini jangan sampai mengurangi nilai kritis atau sesuatu yang bersifat koreksi. SBY diharapkan sebagai mantan presiden dua kali dan juga ketua umum sebuah partai tetap mengoreksi pemeritahan sekarang jika ada yang perlu dikoreksi.
Koreksi yang dilakukan secara terbuka melalui koridor yang ada. Jangan malah justru kehilangan daya kritisnya. Jika yang muncul seperti itu, maka ini yang disebut pengamalan Pancasila khususnya sila keempat, hikmat kebijaksanaan.[pm]