Presiden Geprindo: Tak Perlu Dramatisir Saracen, Jokowi Awasi Utang Saja
[tajuk-indonesia.com] - Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo), Bastian P Simanjuntak mengatakan, dirinya mengamati pengungkapan kasus Saracen yang akhir-akhir ini marak diberitakan. Dalam pengamatannya, Saracen adalah sebuah sindikat besar yang memiliki 800.000 akun yang menyebarkan kebencian menggunakan isu SARA dan juga menyebarkan gambar-gambar yang menghina presiden.
Ketika masyarakat sempat dibuat terhenyak dengan kasus Saracen ini, bagi Bastian, kasus tersebut biasa-biasa saja.
“Menurut saya kasus Saracen sebenarnya kasus biasa-biasa saja. Sebab pembentukan opini melalui media sosial sudah berlangsung sejak tahun 2014 lalu,” kata Bastian dalam keterangan tertulisnya kepada Swamedium.com, Senin (28/8/2017).
Bahkan, kata dia, bukan media sosial saja yang masif mewartakan berita-berita yang memiliki tujuan tertentu, tidak kalah dustanya media mainstream juga melakukan hal yang sama, kerap mengeluarkan berita yang menguntungkan satu pihak dan sekaligus merugikan pihak lain.
“Sejak tahun 1998 pemberitaan hoax juga sudah terjadi di mana masyarakat digiring opininya seolah-olah Prabowo Subianto yang kejam yang dipersepsikan sebagai otak pelaku kerusuhan 98, namun kenyataannya tuduhan itu tidak terbukti dan dalang kasus pelanggaran HAM tahun 1998 hingga saat ini masih belum terungkap,” jelas Bastian.
Lebih lanjut Bastian mengatakan, masyarakat selama ini tahu bahwa media-media mainstream kerap memanipulasi berita untuk tujuan-tujuan tertentu. Berita yang disajikannya pun tergantung dari keinginan para pemilik media yang selama ini ikut-ikutan berpolitik dengan memerintahkan pimpinan redaksinya memuat berita yang tidak netral.
“Kompas, Metro TV, detik.com, BeritaSatu, dicurigai sebagai media yang pro kepada pemerintahan dan anti kepada kelompok Islam. Tentunya kita masih ingat kejadian reporter Metro TV yang diusir oleh sejumlah pendemo dalam peristiwa 212, reporter Metro Tv diteriaki oleh pendemo sebagai Metro Tipu. Julukan Metro Tipu muncul akibat Metro TV tidak mewartakan berita secara seimbang dan bahkan seringkali memelintir berita untuk kepentingan tertentu. Metro TV telah dianggap sebagai media televisi yang sering memberitakan berita bohong atau hoax,” urai Bastian dengan tegas.
Dikatakan Bastian, selain stasiun televisi yang membuat berita hoax, ada juga media online yang selama ini sering menghina pihak-pihak yang tidak pro kepada pemerintah.
“Contohnya seperti seword.com dan gerilyapolitik.com. Mereka juga seringkali mengumbar hal-hal yang berbau sara di sosial yang menghina tokoh-tokoh Islam. Namun sayangnya pihak kepolisian sampai dengan saat ini tidak pernah menangkap redaktur seword.com maupun gerilyapolitik. Padahal sebenarnya pemilik seword.com pernah mengungkapkan bahwa ia merupakan penulis freelance dengan berita-berita yang kontroversial yang juga dibayar oleh pihak pihak ketiga,” beber Bastian.
“Saya berharap presiden Jokowi tidak perlu mendramatisir kasus saracen, berhentilah mencari kambing hitam, fokus kepada hal-hal yang lebih penting,” imbuhnya.
Di sisi lain, Bastian mengungkapkan bahwa, dalam dua setengah tahun pemerintahan Jokowi, utang Indonesia bertambah 1000 triliun. Karena itu, ia meminta, sebaiknya Jokowi lebih fokus mengawasi penggunaan utang tersebut. Coba bayangkan, kata dia, jika uutang sebesar itu dikorupsi 5% saja kerugian negara bisa mencapai 50 triliun.
“Kasus saracen kasus sepele tidak perlu dibesar-besarkan. Dan saya minta polisi jangan terlalu mudah menangkap pegiat media sosial karena bisa menimbulkan perasaan takut dalam berekspresi di tengah era digital seperti saat ini. Jika dianggap halaman Facebook membahayakan, diblokir saja tidak perlu ditangkap atau dicari-cari lagi orang-orang yang tergabung di dalam Facebook tersebut karena hanya buang-buang waktu saja,” tegas Bastian mengakhiri. [mb]