Novel Hanya Mau Beberkan Nama Jenderal Kepada Tim Gabungan Pencari Fakta Saja
[tajuk-indonesia.com] - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani, ikut mendampingi Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi korban tindak kekerasan penyiraman air keras, saat menjalani pemeriksaan di Kantor Kedutaan Besar RIdi Singapura pada Senin, 14 Agustus 2017.
Pemeriksaan yang dilakukan Tim Polda Metro Jaya berlangsung lancar, meski begitu, kata Yati, terdapat beberapa hal yang bisa saja dipermasalahkan Novel. Yang menarik dalam sesi pemeriksaan tersebut, kata Yati, Novel menolak mengungkap jenderal yang diduga terlibat dalam perencanaan serangan zat asam terhadapnya.
Novel hanya mau membuka nama sang jenderal kepada Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang anggotanya tak hanya gabungan dari KPK dan Kepolisian, tapi juga melibatkan unsur sipil lainnya. Berikut keterangan Yati Andriyani terkait jalannya pemeriksaan terhadap Novel;
Apa saja yang diungkapkan Novel dalam pemeriksaan di Singapura?
Kronologis yang dia alami saat 11 April itu, terjadinya penyerangan air keras yang dia alami, bagaimana dia mengatasi untuk bisa bertahan saat itu. Kemudian juga beberapa informasi terkait adanya orang-orang yang diduga melakukan pengintaian sejak lama kepada Novel dan keluarga. Lalu Novel juga menyampaikan sejumlah kekecewaannya di akhir.
Apa saja kekecewaan yang dia sampaikan?
Pertama, beberapa saksi kunci dipublikasi oleh polisi, sehingga sejumlah mereka ketakutan. Kedua, penyidik terburu-buru membuat kesimpulan dan mempublikasikan kesimpulan tersebut, sehingga terkesan menutupi pihak-pihak tertentu. Orang yang memata-matai Novel di depan rumahnya disebut sebagai mata elang (tidak ada kaitannya dengan kasus-red), sehingga tidak diperiksa secara menyeluruh. Padahal di antara ada orang yang berupaya masuk ke rumah Novel, dengan cara berpura-pura mau membeli gamis. Banyak orang di sekitar lokasi justru beranggapan sebaliknya. Selanjutnya Novel juga kecewa dengan hilangnya sidik jari pada cangkir yang digunakan untuk menyiram Novel dengan air keras. Padahal itu bukti penting.
Kekecewaan Novel selanjutnya apa?
Terakhir, Novel pernah diberitahu oleh anggota Densus 88 yang melakukan investigasi dan menemukan indikasi pelaku. Foto orang yang diduga pelaku tersebut dikirimkan kepada Novel, untuk kemudian dia kirimkan ke adiknya untuk diperlihatkan kepada orang di sekitar kejadian. Ketika adiknya bertanya kepada orang-orang di sekitar lokasi apakah mereka mengenali foto tersebut? Banyak yang mengaku mengenali orang dalam foto tersebut. Mereka juga mengaku yakin orang itu termasuk pelaku, entah sebagai pengintai atau eksekutor. Foto itu sudah Novel kirimkan kepada Kapolda Metro yang sebelumnya dan Rudy (Dirkrimum Polda Metro Jaya-red). Kejadian sekitar tanggal 19 April 2017. Tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjut terhadap orang yang ada di foto itu.
Novel menolak membuka nama jenderal yang diduga jadi dalang kasusnya, kecuali kepada TGPF. Kenapa begitu?
Betul, dan kami sangat mendukung sekali dengan keputusan itu. Menurut kami dia sangat bijaksana dengan keputusan itu. Alasannya ada dua. Pertama untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan, karena kan yang menyelidiki kasus ini adalah Kepolisian. Alasan lainnya adalah karena dia tidak mau membebani penyidik untuk mengungkap siapa jenderal polisi itu. Novel ingin penyidik fokus saja menemukan pelaku penyiram air keras tersebut.
Memang apa sih kelebihan dari TPF dibanding penyidik Kepolisian, sehingga Novel ngotot hanya ingin memberi keterangan kepada TPF?
Kita tidak perlu mempertentangkan antara TPF dengan penyidik Polri. Penyidikan Polri jalan, ya jalan saja terus. TPF bisa memfasilitasi untuk menemukan atau menerima informasi-informasi terkait yang bisa saja nanti ditindaklanjuti untuk kepentingan seperti yang diprediksi oleh penyidik Kepolisian. Novel hanya mau memberikan informasi mengenai nama jenderal tersebut melalui TPF, tidak kepada penyidik Kepolisian.
Di tim gabungan kan ada KPK yang sudah jelas berada di pihak Novel?
Coba tanya dulu ke KPK, apa betul ada tim gabungan Polri-KPK untuk mengusut kasus ini? Karena soal tim gabungan ini kan baru klaim dari pihak Polri. Teman-teman harus cross check langsung. Kalau memang ada, seperti apa kerjanya? Bagaimana kerjanya? Apakah mereka juga independen dan bekerja profesional? Itu kan enggak jelas juga sampai sekarang.
Menurut Polri, TPF kan tidak pro justisia makanya lebih baik tim gabungan?
TPF memang enggak harus pro justisia. Dia kan sifatnya mengumpulkan informasi dan fakta-fakta yang relevan. Nanti hasil TPF ini bisa saja didorong kepada penyidik untuk ditindaklanjuti menggunakan mekanisme pro justisia.[pm]