Johannes Marliem Diduga Tertekan usai ‘Berkoar’ Soal Korupsi E-KTP
[tajuk-indonesia.com] - Johannes Marliem, saksi kunci kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) ditemukan tewas di Los Angeles, Amerika Serikat, pada Kamis (10/8/2017) sekitar pukul 02.00 dini hari waktu setempat.
Dua pekan sebelum menemui ajalnya, Johannes rupanya sempat berkomunikasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kepada Kriminalitas.com, Wakil Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, bahwa pihaknya yang awalnya berinisiatif menawarkan perlindungan kepada Johannes. Ia menuturkan, komunikasi terakhir dengan Johannes terjadi pada 31 Juli lalu.
“Komunikasi yang pertama saya lupa, tapi kontak terakhir tanggal 31 juli. Via Whatsapp dan telepon. Staf saya yang menerima,” kata Hasto saat dihubungi Kriminalitas.com, Minggu (13/8/2017).
Namun, Hasto mengakui bahwa belum ada pengajuan resmi dari Johannes untuk meminta perlindungan kepada LPSK.
“Teknisnya belum tahu tapi kami sudah melakukan penawaran kalau yang bersangkutan mau ada perlindungan. Jadi komunikasi masih pada tingkat itu,” ujarnya.
Hasto menuturkan, alasan pihaknya berinisiatif mengajukan penawaran itu lantaran pihaknya menduga Johannes sedang dalam kondisi tertekan.
“Karena kami duga setelah yang bersangkutan wawancara dengan media nasional yang bersangkutan itu tertekan,” kata Hasto.
Namun, dia tidak mengetahui ketakutan apa yang sebenarnya dialami Johannes.
“Ketakutan ada, tapi kami belum tahu persis ada ancaman atau tidak. Karena kalau ketakutan itu kan bisa muncul dari dalam diri sendiri,” pungkasnya. [kmc]
“Komunikasi yang pertama saya lupa, tapi kontak terakhir tanggal 31 juli. Via Whatsapp dan telepon. Staf saya yang menerima,” kata Hasto saat dihubungi Kriminalitas.com, Minggu (13/8/2017).
Namun, Hasto mengakui bahwa belum ada pengajuan resmi dari Johannes untuk meminta perlindungan kepada LPSK.
“Teknisnya belum tahu tapi kami sudah melakukan penawaran kalau yang bersangkutan mau ada perlindungan. Jadi komunikasi masih pada tingkat itu,” ujarnya.
Hasto menuturkan, alasan pihaknya berinisiatif mengajukan penawaran itu lantaran pihaknya menduga Johannes sedang dalam kondisi tertekan.
“Karena kami duga setelah yang bersangkutan wawancara dengan media nasional yang bersangkutan itu tertekan,” kata Hasto.
Namun, dia tidak mengetahui ketakutan apa yang sebenarnya dialami Johannes.
“Ketakutan ada, tapi kami belum tahu persis ada ancaman atau tidak. Karena kalau ketakutan itu kan bisa muncul dari dalam diri sendiri,” pungkasnya. [kmc]