Din Buka Suara Soal Ujaran Kebencian Anak-anak yang Demo Sekolah 5 Hari
[tajuk-indonesia.com] - Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin menyayangkan keikutsertaan anak-anak dalam aksi unjuk rasa menolak program sekolah 8 jam sehari dalam 5 hari. Din menilai aksi yang dilakukan dengan mengeluarkan ujaran kebencian itu sebagai aksi yang radikal.
Din meminta kebijakan sekolah 8 jam sehari dalam 5 hari disikapi dengan saksama. Setiap organisasi Islam memiliki sekolah dengan jam pelajaran yang bervariasi.
“Semua organisasi Islam itu punya madrasah diniyah, dan waktunya itu bervariasi. Ada yang mulai jam 14.00 WIB, ada yang mulai jam 16.00 WIB asar, bahkan ada yang mulai malam, ini nggak bisa dipukul rata. Oleh karena itu, cobalah disikapi dengan jernih, secara beradab, nggak usahlah pakai demo-demo, apalagi teriak-teriaknya bunuh menteri bunuh menteri, itu kan radikal itu,” ujar Din Syamsuddin di Masjid Agung Al-Azhar, Jl Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2017).
Din meminta kebijakan sekolah 8 jam sehari dalam 5 hari tidak dibawa ke ranah politik individual. Menurutnya, orang Islam seharusnya malu jika berbicara kepentingan politik sendiri.
“Itulah watak-watak radikal yang sebenarnya perlu diatasi. Oleh karena itu, kalau menurut saya, jangan dibawa ke politik individual, kebetulan menterinya Muhammadiyah. Ini kan tidak bisa apa ya, tapi kan saya malu ngomong ini. Malulah orang Islam kalau berbicara terkait dengan posisi politik, kebetulan jabatan politiknya dipegang oleh wakil dari ormas Islam yang satu, janganlah ormas Islam yang lain kemudian apa ya, bila perlu membantu,” katanya.
Din memandang unjuk rasa dengan ujaran kebencian yang menolak kebijakan sekolah 8 jam sehari dalam 5 hari itu sebagai bentuk penyelesaian masalah yang tidak ukhuwah Islamiyah. Masalah ini seharusnya bisa diselesaikan dengan diskusi dan duduk bersama.
“Saya menyayangkan cara kita menyikapi persoalan yang tidak menunjukkan ukhuwah Islamiyah, yang tidak mewujudkan kebersamaan, tendensius, apalagi kalau itu terjadi terkait dengan figur-figur dari umat Islam, dari orang Islam. Masalah yang dikedepankan itu bisa didiskusikan, duduklah bersama,” imbuhnya.
Din mengingatkan sekolah 8 jam sehari dalam 5 hari tidak diistilahkan dengan full day school. Full day school membuat rancu maksud dari kebijakan tersebut, sehingga malah dipahami sebagai sekolah sehari penuh.
“Sementara di sisi lain, istilahnya kan bukan full day school, istilahnya kan disimpangkan itu menjadi rancu, nggak adalah full day school, masak sehari penuh di sekolah. Kalau sehari penuh itu dari jam 6 (pagi) ke jam 6 (petang), kan yang dilakukan nggak sampai itu, setengah hari juga,” ulas mantan Ketum PP Muhammadiyah ini.[gm]