Sssttt.... Pemerintah Ketiban Durian Runtuh?
[tajuk-indonesia.com] - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Jerman beberapa hari lalu berbuah berkah bagi Indonesia. Pasalnya, tiga negara favorit pengemplang pajak: Singapura, Swiss, dan Hongkong, sepakat untuk kerjasama. Artinya, dana Rp 1.000 triliun uang WNI yang beredar di tiga negara di atas bisa pulang kampung. Kalau terjadi, pemerintah ketiban durian runtuh nih.
Berkah tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, di Hotel Steigenberger, Hamburg, Jerman, Sabtu (8/7). Menurutnya, Swiss, Singapura, dan Hongkong siap bekerja sama mengungkap WNI yang bermasalah dengan pajak.
"Dalam pertemuan G20, tiga negara yaitu Hongkong, Switzerland, serta Singapura khusus meminta bertemu dan menjelaskan, bahwa mereka mengikuti standar internasional itu, bahkan siap untuk menerima Kementerian Keuangan," ujar Sri Mulyani, sebagaimana dikutip dari laman setkab.go.id, kemarin.
Dijelaskan, KTT G20 sepakat untuk untuk menerapkan standar internasional untuk menindak siapapun yang terkategori tax invasion (penghindaran pajak) dan tax avoidance (menghindari pajak). Nah, kesepakatan ini menjadi penting bagi Indonesia karena prediksi ada Rp 1000 triliun dana WNI di luar negeri yang perlu ditelusuri.
Dari Rp 1000 triliun itu, Menteri Sri menyampaikan, 60 persen alias Rp 600 triliun di antaranya ada di Singapura. Artinya, dengan sikap Singapura yang selaras dengan Indonesia akan mempermudah perjuangan pemerintah untuk melacak uang WNI di luar negeri.
Menkeu bersyukur karena Singapura sudah menyampaikan sikap mengikuti ketentuan internasional terkait penghindaran pajak itu, mereka menyampaikan siap melakukan pertemuan bilateral yang sebelumnya masuk di dalam multilateral. "Jadi ini suatu hal yang positif dan saya untuk akan mem-follow up akan seperti ini supaya kita bisa mendapatkan manfaat semua itu ya," jelasnya.
Menteri Sri berharap, dengan kesepakatan ini, tidak ada lagi hambatan bagi dirinya untuk menelusuri dana WNI di luar negeri. Sri bercerita, ketika dirinya menjadi Menteri Keuangan 10 tahun lalu, saat dirinya mengejar wajib pajak yang ditengarai akan menghindar, negara-negara lain biasanya mengatakan itu urusan masing-masing negara.
"Kalau sekarang itu merupakan suatu kesepakatan global melalui apa yang disebut inisiatif sehingga avoiding tax dan kemudian Automatic Exchange of Information (AeOI) yang sudah direkomendasi menjadi langkah konkret," katanya.
"Konkret itu, artinya setiap negara tanda tangan yang menyatakan kesepakatan bersama untuk kemudian saling kerja sama, dan itu sifatnya mandatory atau wajib bahkan sampai kepada bentuk format pelaporan bagaimana menjaga security confidentiality dari informasi perpajakan," tambahnya.
Dalam pertemuan G20, lanjut Menkeu, tiga negara yaitu Hongkong, Switzerland, serta Singapura khusus meminta bertemu dan menjelaskan, bahwa mereka memenuhi standar internasional itu, bahkan siap untuk menerima Kementerian Keuangan.
"Seperti yang anda semua tahu bahwa kalau kita melakukan tax amnesty sebagian besar dari wajib pajak kita itu harta dan dananya yang selama ini tidak di-disclose ada di Singapura, di Hongkong, Australia dan negara-negara seperti Switzerland. Jadi ini adalah suatu langkah konkret yang akan makin menimbulkan suatu kepercayaan," tutur Menkeu.
Direktur Eksekutif Center of Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo merespon baik dengan melunaknya sejumlah negara untuk memberikan data mengungkap siapa diduga pengemplang pajak. Namun, angin segar ini sebaiknya direspon pemerintah dengan profesionalitas kerja yang tinggi.
"Bisa jadi durian runtuh kalau kita bisa melakukan verifikasi atas data yang diberikan, harapannya (uang) bisa dibawa pulang," ujar Yustinus kepada Rakyat Merdeka, semalam.
Yustinus menyarankan, pemerintah sebaiknya membuat regulasi dan meningkatkan skil aparatur negara untuk memproteksi dana yang terlacak di luar negeri. Pasalnya, para pengemplang pajak tentu tidak akan tinggal diam dengan kabar ini.
"Jangan sampai mereka (pengemplang pajak) melakukan split (dipotong) bisa saja mereka lari ke negara lain," katanya. "Tetap kita butuh effort (upaya). Jangan terlalu lama, jangan tinggal diam. Mereka ini bisa memindahkan dana dan menyamarkan," tambahnya.[rmol]