Sekjen SAKTI: Mendagri Alami "Amnesia Politik"
[tajuk-indonesia.com] - Ancaman pemerintah lewat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam pembahasan RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu seperti mengalami "amnesia politik".
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) Girindra Sandino kepada redaksi, Jumat (16/6).
"Pemerintah melalui Mendagri dengan ancamannya seperti mengalami "amnesia politik". Yang kita ketahui proyeksi kontestasi demokrasi ke depan adalah Pemilu serentak, sementara UU Pemilu yang lama tidak mengatur itu," kata Girindra.
Mendagri mengatakan, jika DPR tidak mengakomodasi keinginan pemerintah bahwa presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional, maka pemerintah dengan berat hati akan menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu. Politisi PDIP itu menuturkan nantinya Pemilu 2019 akan menggunakan UU Pemilu yang lama, di mana presidential threshold juga 20-25 persen.
Jelas Girindra, menggunakan UU Pemilu lama pada Pemilu serentak 2019 akan membawa ke arah politik oportunistik dan transaksional-konspiratif, akan lebih terang-terangan, hal ini terjadi jika koalisi parpol mengusung capres-cawapres dilaksanakan pasca pemilihan legistatif.
"Padahal jelas-jelas konstitusionalitas koalisi parpol sebelum Pileg, didasarkan pada Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan umum," ungkapnya.
Koalisi parpol sebelum pemilu, lanjut Girindra, sudah lama merupakan pelaksanaan demokrasi di berbagai negara, dengan fungsi utama pengerahan sumber daya politik berbasis elektoral lebih luas. Jika koalisi elektoral sebelum pemilu legislatif terealisasi sebagai kesepakatan politik nasional baru di Indonesia ke depan dengan adanya keserentakan pemilu, penentuan pilihan politik rakyat secara kritis diprediksi akan terarah pada maksimal empat koalisi parpol. Satu di antaranya merupakan koalisi besar.
"Lantas konsensus politik nasional baru tersebut menjadi langkah maju bagi konsolidasi demokrasi dengan keterlibatan politik rakyat," pungkasnya.
Girindra sebelumnya juga mengatakan bahwa pernyataan Mendagri merupakan penghinaan terhadap DPR dan rakyat, karena pemerintah telah melakukan pemaksaan kehendak.[pm]