MH. Ainun Najib : TGB Bukan Gubernur Hasil Pilkada


[tajuk-indonesia.com]       -       MH. Ainun Najib, Budayawan sekaligus ulama kondang yang kerap berfikir beda dari biasanya ini menganggap bahwa Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) bukan merupakan kepala daerah hasil Pilkada. Dia menganggap masyarakat kultural mendaulat TGB menjadi pemimpinnya.

“Jadi Pilkada itu hanya resepsi. Karena sebelumnya, kakek dari Tuan Guru (Bajang) ini adalah pendiri Nahdlatul Wathan yang sudah jadi pemimpin masyarakat NTB, dan beliau memang trah(keturunan) yang sudah selayaknya didaulat menjadi pemimpin di NTB,” kata Cak Nun saat menyambut TGB yang hadir dalam kajian Mocopat Syafaat Cak Nun dan Kyai Kanjeng di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (17/06).

TGB dikatakannya, sudah sangat mendekati konsep kepemimpinan dalam islam. Masyarakat yang menginginkan seseorang menjadi pemimpin, bukan sebaliknya calon pemimpin yang ingin didaulat rakyat. Begitulah idealnya pemimpin menurut Cak Nun.

“Ngga ada menjadi ma’mum karena disuruh oleh imam, yang ada menjadi imam didaulat oleh ma’mum. Seharusnya kepemimpinan seperti itu. Tapi karena kita masih demokrasi, ya apa boleh buat?” ujar Cak Nun dilansir dari jogjakartanews.

Inilah yang dimaksud Cak Nun dengan TGB mengikuti Pilkada hanya untuk memenuhi formalitas demokrasi. Sebab dikatakan dia, Indonesia menganut paham demokrasi seperti banyak negara lain di dunia.

Pola kepemimpinan seperti di NTB saat ini tidak banyak ditemui di Indonesia, bahkan dia mengatakan, hal tersebut hanya dilihatnya di NTB sementara ditempat lain tidak jelas.

Diketahui bahawa di NTB, khususnya di Lombok, sejak dahulu memang menganut kepemimpinan imamah. Ini dibuktikan dengan gelar yang diberikan untuk pemimpin di Lombok bernama Datu yang memiliki tugas sebagai Pemban atau pengemban tanggung jawab mengurusi rakyat. Bukan kepemimpinan warisan seperti monarki dalam kerajaan yang bisa diwariskan namun merupakan pengakuan dari masyarakat.

Hal ini setidaknya yang pernah disampaikan oleh budayawan sasak, H Lalu Anggawa belum lama ini kepada kicknews.

“Di Lombok sejak dahulu tidak ada raja namun yang ada adalah Datu. Bukan kerajaan tapi kedatuan dimana pemimpin didaulat oleh rakyat karena pengakuan akan kemampuannya memimpin dan sopan santun juga agama,” kata Anggawa.

Menurut dia, ini sangat dekat dengan sistem kepemimpinan khalifah seperti yang Islam ajarkan meskipun saat itu ajaran Islam belum masuk di Lombok, sehingga dikatakannya, begitu Islam masuk maka langsung dapat melebur bersama adat dan budaya masyarakat.  [knt]














Subscribe to receive free email updates: