Kipas - Kipas SBY di Proyek e-KTP


[tajuk-indonesia.com]          -           Nama Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) muncul di persidangan kasus korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun.

Adalah bekas Ketua Umum Anas Urbaningrum yang mengatakan bahwa ada kipas-kipas dari SBY untuk kader Partai Demokrat di DPR supaya mendukung proyek tersebut.

Saat itu, selain sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, posisi SBY adalah Presiden RI.

"Memang ada arahan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, presiden, setiap kebijakan pemerintah harus didukung Fraksi Demokrat dan partai koalisi," ujar Anas saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4/2017).

Program penerapan e-KTP, yang digawangi Kemendagri, merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang paling disorot saat itu. Mendagri saat itu, Gamawan Fauzi (kader Demokrat) mengaku proyek ini diperlukan untuk memodernisasi administrasi kependudukan nasional. Alasannya sangat masuk akal, tetapi kemudian dijadikan akal-akalan.

Anas menyebut SBY—juga dirinya—terlibat dalam kebijakan tersebut, tetapi dia mengaku tidak tahu eksekusinya seperti apa.

Anas sendiri disebut oleh Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin terlibat pembicaraan dengan Anggota DPR Ignatius Mulyono dan Mustoko Weni tentang proyek e-KTP pada 2009. Dari pembicaraan ini, angka Rp6 triliun muncul sebagai dana yang dibutuhkan untuk proyek tersebut.
Menurut Nazaruddin, program e-KTP ini sudah jalan sebelum 2009, hanya saja anggaran yang diusulkan mulai dari periode APBN-P 2010, sekaligus menjadikan proyek KTP-E sebagai program tahun jamak. Untuk memuluskan proyek ini, harus ada dukungan dari Fraksi Partai Demokrat sebagai fraksi paling besar di DPR waktu itu.

Maka wajar, jika dalam BAP terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil  Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto, Partai Demokrat melalui Anas dan Nazaruddin kebagian jatah garongan sebesar 11% dari nilai proyek, atau Rp 574,2 miliar.

Reaksi Demokrat

Menanggapi pernyataan Anas, Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan menegaskan pada dasarnya saat itu Fraksi Demokrat memang harus menyukseskan program pemerintah. Namun, arahan yang dimaksud bukan untuk melakukan korupsi dengan cara menggelembungkan dana.

Di sini ada yang mencurigai jika Demokrat berkepentingan karena butuh dana untuk menggelar Kongres pada tahun 2010, yang mendaulat Anas ketua umum. Akan tetapi, kecurigaan ini buru-buru dibantah Anas sendiri.

Menurut Anas, urusan Kongres II Partai Demokrat sudah ada yang mengatur, yakni steering committee yang saat itu diketuai oleh Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, anak SBY. Pada kongres ini, Ibas terpilih sebagai Sekretaris Jenderal masa bakti periode 2010-2015. Atas posisi tersebut, Ibas menjadi sekjen partai termuda di Indonesia yang ditugaskan untuk menjalankan organisasi partai terbesar hasil pemilu 2009 dalam mengawal pemerintahan SBY, yang kemudian porak-poranda di Pemilu 2014 karena ketua dan bendaharanya terseret kasus korupsi.

Munculnya nama SBY menambah aroma menyengat kasus e-KTP ini. Dari keterangan Anas, sepertinya sulit bagi penegak hukum membuktikan keterlibatan SBY dalam kasus ini. Akan tetapi, suara ini sudah cukup menjadi cuka guna menyiram luka di hati SBY yang baru saja kalah di Pilkada DKI.

Penyebutan ini tentu kaitannya dengan perusakan citra Demokrat yang hendak dikembalikan SBY, sejak harus turun tangan pada 2015 untuk memimpin kembali Partai Demokrat setelah Anas dan Nazaruddin dikandangkan KPK.

Ada kutipan menarik dari peraih Nobel Perdamaian (2011) Ellen Johnson Sirleaf, “Perempuan bekerja lebih keras. Dan perempuan lebih jujur; mereka lebih sedikit punya alasan untuk harus korupsi.” Haruskah Demokrat dipimpin seorang perempuan supaya ketua umumnya tidak lagi disebut-sebut dalam kasus korupsi di kemudian hari?  [rima]
















Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :