Tiga Isu Yang Seharusnya Pemerintah Bahas Serius Dengan Arab Saudi


[tajuk-indonesia.com]      -       Persoalan investasi adalah hal pertama yang patut mendapatkan perhatian pemerintah Indonesia dari kunjungan resmi Raja Arab Saudi saat ini.

"Pemerintah Indonesia perlu memanfaatkan kunjungan ini untuk menarik investasi sebesar-besarnya dari Arab Saudi. Sejalan dengan Visi 2030 Arab Saudi yang ingin mendongkrak pendapatan di luar sektor minyak, pendapatan dari ekspansi investasi ke negara lain menjadi salah satu perhatiannya," kata Direktur Center of Reform on Economics (Core), Mohammad Faisal, lewat keterangan tertulis.

Di Indonesia, investasi Arab Saudi pada periode 2013-2016 masih relatif kecil, lebih banyak pada sektor tersier terutama sektor perdagangan dan reparasi, dan sektor properti khususnya hotel dan restoran.

Karena itu, menurut dia, pemerintah perlu mendorong peningkatan investasi negara itu ke sektor-sektor yang paling dibutuhkan negara ini seperti pengembangan industri pengolahan minyak mentah dan industri petrokimia.

Sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dan diperkirakan akan masuk empat besar raksasa ekonomi dunia pada tahun 2050, Indonesia memiliki daya tarik investasi yang sangat besar dan prospektif bagi negara-negara Arab Saudi. Selain di bidang energi, investasi di sektor pariwisata dan keuangan (khususnya pariwisata dan keuangan syariah) harus menjadi bagian penting yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia.
Isu kedua, kerjasama perdagangan perlu diperluas untuk mendorong ekspor Indonesia ke Arab Saudi, baik ekspor produk-produk yang selama ini sudah menjadi andalan, maupun produk-produk potensial yang penetrasinya ke pasar Arab Saudi masih terbatas. Selama ini pangsa ekspor Indonesia di Arab Saudi masih sangat kecil dibandingkan dengan pangsa ekspor negara-negara Asia lainnya, seperti China, Korea Selatan, Thailand dan Vietnam. Dari total impor Arab Saudi tahun 2015, pangsa pasar ekspor Indonesia hanya sebesar 1,5 persen, lebih kecil dari Thailand (2,3 persen) dan Vietnam (1,8 persen).

Ekspor terbesar Indonesia ke Arab Saudi selama ini adalah kendaraan bermotor, kayu olahan, minyak sawit dan produk ikan. Selain mendorong peningkatan ekspor produk-produk tersebut, Indonesia juga perlu mendorong ekspor produk-produk lain yang penetrasi pasarnya masih kecil, seperti alas kaki, tekstil dan pakaian jadi.

"Pasar untuk produk-produk ini di Arab Saudi berpotensi mengalami peningkatan pesat sejalan dengan rencana pemerintah Arab Saudi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan umroh yang saat ini hanya 8 juta menjadi 30 juta per tahun," kata Faisal.

Yang ketiga, Indonesia juga perlu memperbaiki perjanjian perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi. Pada tahun 2016, jumlah TKI yang bekerja di Arab Saudi sebanyak 13.500 orang, atau 6 persen dari total TKI di luar negeri. Jumlah TKI di Arab Saudi adalah yang terbesar kelima setelah Malaysia, Taiwan, Singapura, dan Hongkong. Meskipun demikian, total nilai remitansi yang dibawa TKI dari Arab Saudi justru yang paling besar, yakni 2,775 juta dolar AS atau 31 persen dari total penerimaan remitansi Indonesia.

"Hanya saja, perlindungan TKI yang bekerja di negara itu sampai saat ini masih sangat lemah. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat payung hukum perlindungan terhadap TKI di negara itu di antaranya dengan membuat Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua negara," pungkasnya.   [rmol]















Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :