Reklamasi Teluk Jakarta, ‘Plintiran Sesat’ Pemprov DKI Rezim Ahok


[tajuk-indonesia.com]          -          Wakil Ketua Umum Ormas Pergerakan Indonesia Reiza Patters menilai proyek reklamasi Teluk Jakarta yang dilakukan rezim Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dibawah kepemimpinan terdakwa penodaan agama Basuki Tjahja Purnama (Ahok) melanggar sejumlah ketentuan hukum yang berlaku.

Salah satunya tidak adanya peraturan Pemerintah Daerah (Perda) tentang zonasi dan tata ruang pembangunan reklamasi yang belum dipenuhi Pemprov DKI.

“Semangatnya dalam Keppres 52 Tahun 95 itu bukan pembentukan pulau-pulau baru, melainkan melakukan rehabilitasi pesisir pantai atau mereklamasi bibir pantai yang sudah tergerus,” tegas Reiza dalam acara diskusi bertajuk ‘Apa Kabar Reklamasi?’, di Kampus A Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta Timur, Selasa (14/3).

“Jadi membangun kembali, bukan membangun baru yang diplintir membuat pulau baru,” tambah dia.
Selain itu, dalam pembangunan reklamasi versi plintirnya Pemprov DKI rezim Ahok di Perda Nomor 8 tahun 1995 jelas diperintahkan bahwa dalam melibatkan pihak ketiga harus melibatkan DPRD.

“Perda yang menjadi turunan dari Kepres 52 Tahun 1995 jelas mengatakan bahwa setiap perjanjian dengan pihak ketiga itu dilakukan oleh badan pelaksana reklamasi dan disetujui DPRD,” papar Reiza.

“Tapi yang dilakukan Ahok apa? Dia tetap sebagai Wakil Gubernur (ketika itu) badan pelaksananya tidak ada, dia yang tandatangan perjanjian dengan Podomoro (pihak pengembang) tanpa persetujuan DPRD, dan itu melanggar Perda,” sebutnya.

Menurutnya, Keppres No. 52 yang mengatur zonasi mengikut pada ketentuan soal RTRW, sedangkan di Keppres Nomor 54 Tahun 2008 segala hal yang terkait dengan tata ruang sudah tidak berlaku di Keppres No 52 Tahun 1995 terkait zonasinya.

Apabila menyangkut persoalan zonasi, maka Pemprov tidak bisa merujuk kepada Keppres No. 52 Tahun 1995 melainkan ke Keppres No 54 Tahun 1995.

“Mengacunya kemana soal zonasi, ke Perpres No. 54 Tahun 2008 yang menjelaskan dari zonasi, tata ruang dan sebagainya hingga adanya keharusan untuk mengeluarkan kajian wilayah strategis nasional, kemudian Amdal,” tutur Reiza.

“Dan kemudian muncul Pepres No. 122 Tahun 2012 yang khusus membahas soal reklamasi dan Pemprov harusnya membuat Perda zonasi yang baru tidak bisa kemudian merujuk pada RTRW yang tertera pada Keppres No. 52 Tahun 95 karena telah dibatalkan oleh Keppres No. 54 Tahun 2008,” pungkasnya. [aktual]















Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :