Pukat UGM: Miryam Saksi Kasus KTP-El Ditekan Kekuatan Politik
[tajuk-indonesia.com] - Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Hifdzil Alim menduga adanya intervensi dari pihak lain yang membuat Anggota Komisi II DPR RI peride 2009-2014 Miryam Haryani memberikan keterangan berbeda saat di KPK dan di persidangan kasus KTP-El.
Intervensi tersebut, kata Hifdzil, bisa dari kekuatan politik ataupun
korporasi yang ikut terlibat dalam korupsi proyek pengadaan KTP-El.
Sebab, banyak pihak, mulai dari legislatif, eksekutif hingga korporasi,
khawatir terkena dampak jika Miryam memberikan keterangan sebagaimana
dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di KPK.
"Jadi tekanan itu bukan dari KPK, tapi dari kekuatan lain. Mungkin
kekuatan politik, atau kekuatan lain. Karena kan banyak yang terlibat,
ada korporasi, ada legislatif, eksekutif, dan yang mengarah ke parpol.
Tapi saya belum yakin betul apa wujud kekuatan itu yang menekan Bu
Miryam," kata dia kepada Republika, Sabtu (25/3).
Namun, menurut Hifdzil, keterangan Miryam di BAP itu yang benar. Semua
yang disampaikan Miryam di persidangan, termasuk pernyataan bahwa KPK
telah menekannya, itu sebetulnya lemah. Meski, dia mengakui, dalam hukum
acara pidana, yang dianggap sebagai kesaksian yakni ketika di hadapan
majelis hakim atau persidangan.
Dalam sidang ketiga kasus KTP-El pada Kamis (23/3) lalu, Miryam
menganggap seluruh keterangannya dalam BAP saat diperiksa KPK itu tidak
benar sehingga ia pun mencabut BAP tersebut. Alasannya, karena merasa
diancam dan tertekan saat memberikan keterangan kepada penyidik di KPK.
Hakim saat itu pun terheran-heran. Sebab, keterangan Miryam di BAP itu
jelas dan runut. Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar pun heran
dengan pernyataan politikus Partai Hanura itu. Lantaran, ada sikap yang
menunjukan Miryam sadar saat memberi keterangan kepada penyidik KPK.
Miryam, pada 7 Desember 2016, sempat memperbaiki keterangan yang
tertuang dalam BAP 1 Desember.
Dalam kondisi demikian, Hifdzil mengingatkan publik apa yang dialami
Miryam ini juga seperti yang dialami Nazaruddin saat ditahan KPK pada
Agustus 2011. Saat itu, Nazaruddin merasa sedang berada di bawah tekanan
KPK. Bahkan ia sampai khawatir makanan untuknya diracuni.
"Kita juga bisa belajar dari kasus Nazaruddin dulu, dia bilang dia
diancam, di bawah tekanan, dia enggak mau makan karena takut diracuini,
tapi nyatanya nasi Padang kan diembat juga. Jadi yang begini-begini ini
banyak," kata dia.
Kemudian, Hifdzil juga meminta publik untuk menelusuri rekam jejak
Miryam. Pada 2011, Miryam sempat bermasalah dengan Sekjen Ombudsman RI
saat itu, Suhariyono. Miryam merasa difitnah oleh Suhariyono karena
dituduh memeras dengan meminta proyek agar anggaran untuk Ombudsman
dikabulkan. Kemudian Miryam melayangkan somasi kepada Suhariyono karena
telah melakukan fitnah terhadap dirinya terkait dugaan permainan dalam
pembahasan APBN-P 2011
"Intinya mereka berdua damai, menarik laporan. Artinya kalau melihat
kasus ketika ombudsman ini, kita bisa jadikan itu referensi untuk
menilai bagaimana sebenarnya kesaksian Bu Miryam ini. Apakah kesaksian
yang mengaku di depan pengadilan bahwa dia diancam, atau, saat dia
menyampaikan keterangan di BAP," kata dia. [rol]