Kehadiran Freeport Justru Ciptakan Pertikaian Antar Suku di Papua
[tajuk-indonesia.com] - Masyarakat Papua yang berasal dari Suku Amungme dan Suku Kamoro hari ini ramai-ramai menyambangi kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), guna meminta pemerintah menutup pertambangan PT Freeport Indonesia di Papua.
Pasalnya, mereka menganggap kehadiran Freeport justru menciptakan pertikaian antar suku yang ada di wilayah tersebut.
Darmais--salah seorang perwakilan masyarakat Papua yang melakukan
mediasi dengan Kementerian ESDM--menyatakan, sejak Freeport hadir pada
1961 selalu terjadi kerusuhan besar-besaran. Menurutnya, kehadiran
Freeport mempertaruhkan nyawa masyarakat Papua.
"Kami adalah korban. Tidak ada unsur lain. Di sini semenjak Freeport
hadir 1961, kerusuhan besar-besaran. Nyawa pun jadi taruhan," katanya di
Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Menurutnya, raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut memang
kerap membagikan dana hibah kepada masyarakat Papua sebesar 1% dari
kegiatan operasional Freeport di Bumi Cendrawasih. Namun, dana hibah
justru kerap menjadi sumbu pertikaian antar suku di wilayah tersebut.
"Dana 1% yang turun, dana hibah itu memang kebiasaan Freeport kalau ada
masalah. Pasti dananya turun. Terus dana 1% itu jadi pertikaian antar
suku. Mungkin sering nonton, Timika begini, ribut begini. Itulah hasil
dari 1% itu," imbuh dia.
Sementara itu Marianus Maknaipeku menambahkan, Freeport memang
memberikan dana hibah sebesar 1% dari pendapatan mereka di Papua. Namun,
itu pun didapat setelah masyarakat memohon dengan jerih payah agar
perusahaan tambang kelas kakap tersebut memberikan dana hibah kepada
masyarakat.
Tak hanya itu, dana hibah yang disebut 1% pun tidak jelas berapa
besarannya dan dibagikan kepada siapa saja dana tersebut. "Berapa suku
yang menerima dan sebesar apa, tidak jelas. Sampai sekarang ini,
kepemilikan masyarakat adat itu, dua suku ini belum jelas. Berapa dana
yang diberikan," tandasnya. (sn)