Inilah Kronologi Lengkap Pembagian Jatah Megakorupsi e-KTP
[tajuk-indonesia.com] - Mantan direktur jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman dan mantan direktur pengelola informasi administrasi kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, didakwa merugikan negara hingga Rp 2.314 triliun. Kerugian negara tersebut karena adanya penggelembungan anggaran dalam pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP-el).
“Para terdakwa dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket pengadaan penerapan KTP-el tahun anggaran 2011-2013 telah mengarahkan untuk memenangkan perusahaan tertentu, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau satu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 2.314.904.234.275.39,” kata JPU pada KPK Irene Putrie dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pisat, Kamis (9/3).
Kasus ini bermula pada 2009, saat Gamawan Fauzi sebagai menteri dalam negeri mengirimkan surat kepada kepala Bappenas meminta sumber pembiayaan proyek KTP-el diubah. Perubahan yang dimaksud adalah dari yang semula menggunakan dana Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi menggunakan dari anggaran rupiah murni.
“Itu kemudian dibahas dalam rapat kerja dan dengar pendapat antara kementerian dalam negeri dengan Komisi II DPR RI,” kata Irene.
Kemudian pada awal Februari 2010, terdakwa I (Irman) diminta sejumlah uang oleh Burhanudin Napitupulu selaku ketua Komisi II DPR RI. Yakni agar usulan Kemendagri terkait perubahan dana proyek KTP-el segera disetujui oleh komisi II DPR RI.
Seminggu kemudian, keduanya kembali bertemu, di mana Terdakwa I menyetujui akan memberukan sejumlah uang kepada komisi II DPR dengan harapan harapan Gamawan Fauzi segera disetujui. Tetapi, pemberian uang tersebut direncanakan oleh pengusaha yang terbiasa menjadi rekanan Kemendagri, Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Terdakwa I juga sempat ditemui Andi Agustinus dalam rangka menindaklanjuti pembiayaan proyek tersebut. Setelah itu, terdakwa I kemudian mengarahkan agar Andi Agustinus langsung berkoordinasi dengan terdakwa II (Sugiharto).
Setelah itu, Tetdakwa I beserta Andi Agustinus menyepakati untuk menemui Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar guna mendapat dukungan partainya dalam usulan pendanaan proyek KTP-el. “Atas pertanyaan tersebut, Setya Novanto mengatakan akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi lainnya,” kata Irene.
Pada Mei 2010, di ruang kerja Komisi II DPR RI, sebelum RDP, terdakwa I melakukan pertemuan dengan Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Taufik Efendi, Teguh Djuwarno, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni, Arief Wibowo, M Nazaruddin dan Andi Agustinus. Dalam pertemuan tersebut, disepakati proyek KTP-el sebagai program prioritas utama yang akan dibiayai menggunakan APBN murni secara multiyears.
Dalam kesempatan tersebut, Mustoko Weni menyampaikan bahwa yang akan mengerjakan proyek tersebut adalah Andi Agustinus. Alasan dipilihnya Andi karena sudah terbiasa mengerjakan proyek di Kemendagri dan sudah familiar dengan komisi II DPR RI.
“Mustoko Weni juga memberikan garansi, Andi berkomitmen memberikan sejumlah fee kepada anggota DPR dan beberapa pejabat Kendagri dan Andi Agustinus membenarkannya,” kata Irene.
Sekitar Juli-Agustus 2010, DPR RI mulai melakukan pembahasan RAPBN tahun 2011 yang di antaranya adalah anggaran proyek KTP-el. Andi Agustinus pun giat melakukan pertemuan dengan beberpa anggota DPR, khususnya Setya Novanto, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin. Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, DPR menyatakan akan menyetujui anggaran proyek KTP-el sebesar Rp 5,9 triliun.
“Pembahasannya akan dikawal oleh fraksi Partai Demokrat dan Partai Golkar dengan kompensasi Andi Agustinus akan memberikan fee kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kemendagri,” kata Irene.
Andi Agustinus kemudian membuat kesepakatan dengan ketiganya tentang rencana penggunaan anggaran proyek KTP-el setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen. Rencananya, 51 persen atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan dipergunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek. Sementara sisanya, sebesar 49 persen atau Rp 2,558 triliun akan dibagi-bagikan.
Pembagiannya, beberapa pejabat Kemendagri termasuk para terdakwa mendapat jatah sebesar tujuh persen atau Rp 365,4 miliar Anggota Komisi II DPR RI mendapat jatah sebesar lima persen atau Rp 261 miliar.
Setya Novanto dan Andi Agustinus mendapat jatah sebesar 11 persen atau Rp 574,2 miliar. Anas Urbaningrum dan M Nazaruddin juga mendapat 11 persen atau Rp 574,2 miliar serta keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen setara Rp 783 miliar.
“Dalam pertemuan tersebut juga disepakati pelaksana proyek adalah BUMN agar mudah diatur,” ungkap Irene.
Menindaklanjuti kesepakatan gersebut, pada sekitar September-Oktober 2010 di ruang kerja Mustoko Weni, Andi Agustinus memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR RI. Tujuannya agar komisi II dan Banggar DPR menyetujui anggaran proyek pengadaan KTP-el.
Perinciannya adalah Anas Urbaningrum 500 ribu dolar Amerika, Arief Wibowo, anggota komisi II 100 ribu dolar Amerika, Chaeruman Harahap, ketua Komisi II 550 ribu dolar Amerika, Ganjar Pranowo, wakil Ketua Komisi II, 500 ribu dolar Amerika, Agun Gunandjar Sudarsa, anggota Komisi II, 1 juta dolar Amerika, Mustoko Weni, anggota Komisi II, 400 ribu dolar Amerika, Ignatius Mulyono, anggota Komisi II 250 ribu dolar Amerika, Taufik Effendi, wakil Ketua Komisi II 50 ribu dolar Amerika, Teguh Djuwarno, wakil Ketua Komisi II 100 ribu dolar Amerika.
Setelah itu, Andi Agustinus masih beberapa kali memberikan uang kepada pimpinan Banggar DPR, yakni Melchias Marcus Mekeng selaku ketua Badan Anggaran sejumlah 1,4 juta dolar Amerika. Ada juga dua orang Wakil Banggar, yakni Mirwan Amir dan Olly Dondokambey yang masing-masing menerima sebesar 1,2 juta dolar Amerika.
Pada Oktober 2010, saat itu masa reses DPR, Andi kembali memberikan uang kepada Arief Wibowo sejumkah 500 ribu dolar Amerika untuk dibagikan kepada anggota Komisi II. Adapun pembagiannya, ketua komisi II 30 ribu dolar Amerika, tiga orang wakil ketua komisi II masing-masing 20 ribu dolar Amerika, sembilan orang ketua fraksi masing-masing 15 ribu dolar Amerika dan 37 anggota komisi II masing-masing 5.000 dolar Amerika. [rol]
“Mustoko Weni juga memberikan garansi, Andi berkomitmen memberikan sejumlah fee kepada anggota DPR dan beberapa pejabat Kendagri dan Andi Agustinus membenarkannya,” kata Irene.
Sekitar Juli-Agustus 2010, DPR RI mulai melakukan pembahasan RAPBN tahun 2011 yang di antaranya adalah anggaran proyek KTP-el. Andi Agustinus pun giat melakukan pertemuan dengan beberpa anggota DPR, khususnya Setya Novanto, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin. Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, DPR menyatakan akan menyetujui anggaran proyek KTP-el sebesar Rp 5,9 triliun.
“Pembahasannya akan dikawal oleh fraksi Partai Demokrat dan Partai Golkar dengan kompensasi Andi Agustinus akan memberikan fee kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kemendagri,” kata Irene.
Andi Agustinus kemudian membuat kesepakatan dengan ketiganya tentang rencana penggunaan anggaran proyek KTP-el setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen. Rencananya, 51 persen atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan dipergunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek. Sementara sisanya, sebesar 49 persen atau Rp 2,558 triliun akan dibagi-bagikan.
Pembagiannya, beberapa pejabat Kemendagri termasuk para terdakwa mendapat jatah sebesar tujuh persen atau Rp 365,4 miliar Anggota Komisi II DPR RI mendapat jatah sebesar lima persen atau Rp 261 miliar.
Setya Novanto dan Andi Agustinus mendapat jatah sebesar 11 persen atau Rp 574,2 miliar. Anas Urbaningrum dan M Nazaruddin juga mendapat 11 persen atau Rp 574,2 miliar serta keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen setara Rp 783 miliar.
“Dalam pertemuan tersebut juga disepakati pelaksana proyek adalah BUMN agar mudah diatur,” ungkap Irene.
Menindaklanjuti kesepakatan gersebut, pada sekitar September-Oktober 2010 di ruang kerja Mustoko Weni, Andi Agustinus memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR RI. Tujuannya agar komisi II dan Banggar DPR menyetujui anggaran proyek pengadaan KTP-el.
Perinciannya adalah Anas Urbaningrum 500 ribu dolar Amerika, Arief Wibowo, anggota komisi II 100 ribu dolar Amerika, Chaeruman Harahap, ketua Komisi II 550 ribu dolar Amerika, Ganjar Pranowo, wakil Ketua Komisi II, 500 ribu dolar Amerika, Agun Gunandjar Sudarsa, anggota Komisi II, 1 juta dolar Amerika, Mustoko Weni, anggota Komisi II, 400 ribu dolar Amerika, Ignatius Mulyono, anggota Komisi II 250 ribu dolar Amerika, Taufik Effendi, wakil Ketua Komisi II 50 ribu dolar Amerika, Teguh Djuwarno, wakil Ketua Komisi II 100 ribu dolar Amerika.
Setelah itu, Andi Agustinus masih beberapa kali memberikan uang kepada pimpinan Banggar DPR, yakni Melchias Marcus Mekeng selaku ketua Badan Anggaran sejumlah 1,4 juta dolar Amerika. Ada juga dua orang Wakil Banggar, yakni Mirwan Amir dan Olly Dondokambey yang masing-masing menerima sebesar 1,2 juta dolar Amerika.
Pada Oktober 2010, saat itu masa reses DPR, Andi kembali memberikan uang kepada Arief Wibowo sejumkah 500 ribu dolar Amerika untuk dibagikan kepada anggota Komisi II. Adapun pembagiannya, ketua komisi II 30 ribu dolar Amerika, tiga orang wakil ketua komisi II masing-masing 20 ribu dolar Amerika, sembilan orang ketua fraksi masing-masing 15 ribu dolar Amerika dan 37 anggota komisi II masing-masing 5.000 dolar Amerika. [rol]