Ini Lima Alasan yang Buat Mayoritas Pemilih Agus Lari Ke Anies
[tajuk-indonesia.com] - Mayoritas pemilih Agus Yudhoyono-Sylviana Murni mengalihkan suaranya untuk pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di putaran dua Pilkada Jakarta mendatang.
Berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA, para pemilih Agus enggan memilih pasangan Basuki Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) karena Ahok sedang berstatus terdakwa kasus dugaan penistaan agama.
Peneliti LSI, Adjie Alfaraby, mengatakan, berdasarkan tabulasi silang sebanyak 93,20 persen pemilih Agus-Sylvi pada putaran pertama menyatakan bahwa Ahok menista agama Islam lewat pernyataannya yang menyinggung Surat Al Maidah ayat 51.
"Hanya 1,70 persen dari pemilih Agus-Sylvi yang menyatakan Ahok tidak menistakan agama," kata Adjie saat konferensi pers di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta, Selasa (7/3).
Alasan kedua, sambung Adjie, mayoritas pendukung Agus-Sylvi pada putaran pertama menginginkan Jakarta dipimpin gubernur baru. Lebih rincinya, sebesar 91,80 persen pemiih Agus-Sylvi pada putaran pertama menyatakan ingin Jakarta dipimpin gubernur baru.
Alasan ketiga, mayoritas pendukung Agus-Sylvi adalah mereka yang tak rela Jakarta dipimpin oleh gubernur cacat hukum. Karakteristik lain dari pemilih Agus-Sylvi, kata Adjie, adalah mayoritas mereka yang terganggu dengan status tersangka Ahok.
"Sebesar 86,40 persen menyatakan bahwa mereka tak rela jika gubernur terpilih nantinya adalah seorang tersangka kasus penistaan agama," kata Adjie.
Alasan keempat, demografi pemilih Agus-Sylvi mirip dengan demografi pemilih Anies-Sandi, yaitu dari kelas ekonomi menengah ke bawah.
Menurut Adjie, pemilih Agus-Sylvi yang mayoritas berpindah ke pasangan Anies-Sandi memiliki persepsi bahwa Anies-Sandi yang lebih mewakili masyarakat kelas menengah bawah.
Alasan kelima, ada sejumlah karakter Ahok yang sulit diterima oleh pemilih Agus-Sylvi.
Survei LSI Denny JA menunjukkan empat karakter yang dinilai negatif oleh pemilih Agus-Sylvi. Beruturut-turut; Ahok menista agama (47,2 persen), sering berucap kasar (28,9 persen), kurang empati kepada rakyat kecil terutama soal penggusuran (10,5 persen), dan kurang menghormati hak rakyat berekspresi (1,9 persen). [rmol]