Dorong Tuk Bangkit! Ketum Muhammadiyah : Problem Umat Islam Adalah Politik dan Ekonomi


[tajuk-indonesia.com]         -          Politik dan ekonomi masih menjadi problematika umat islam di Indonesia, dan bahkan dunia.

Kebanggaan yang dapat ditampilkan bagi umat Islam saat ini masih sangat sedikit sekali. Paling-paling negara Arab yang kaya dengan minyak, itupun karena keberuntungan takdir saja bahwa cadangan minyak terbesar dunia ada di sana. Namun, tentang hal yang lain sangat sulit untuk mencarinya.

Hal ini diungkapkan Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr H Haedar Nashir MSi mengungkapkan.

Dia menyebutkan, secara politik umat islam di Indonesia masih agak marjinal.

“Saya pernah sampaikan kepada Presiden Joko Widodo ketika diundang khusus dalam pertemuan sebulan yang lalu selama satu setengah jam. Jadi, saya sampaikan bahwa problem umat islam adalah problem politik dan ekonomi,” ungkap Haedar ketika menghadiri Milad UMSU ke-60 di kampus perguruan tinggi tersebut, Jalan Mukhtar Basri, Medan, kemarin (8/3/2017).
Kata dia, masalah politik ibarat orang gemuk diberi baju yang sempit sehingga mudah sobek.

Padahal, dalam teori keadilan distributif, orang yang gemuk mesti dikasih baju yang cukup untuknya.

Sementara, yang kurus juga demikian, yakni yang sama dengan ukuran tubuhnya.

Oleh sebab itu, apabila ini disamaratakan dalam platform kemajemukan yang kurang pas, tentunya itu akan menimbulkan dampak secara sosiologis dan politik.

Maka, lanjutnya apa yang terjadi pada peristiwa ‘212’ dan sebagainya, bukan persoalan sentimen ras maupun agama. Namun, problem aspirasi yang tidak tersalurkan bagaimana mestinya.

“Alhamdulillah, respon presiden cukup baik, dan meminta kepada Muhammadiyah punya konsep tentang bagaimana format aspirasi islam di Indonesia. Untuk itu, tentunya saya berkomunikasi dengan seluruh organisasi islam yang lain untuk bagaiamana membangun aspirasi islam tetap dalam konteks Indonesia,” tuturnya.

Diutarakan Haedar, pada aspek ekonomi, umat islam juga masih jauh tertinggal dan bahkan marjinal juga. Kata Wakil Presiden Jusuf Kalla, dari 100 pengusaha terbesar di Indonesia kira-kira hanya 10 yang muslim.

Sebaliknya, dari sisi kemiskinan, dari 100 orang yang miskin kemungkinan 90 persen orang muslim. Makanya, dalam kondisi seperti itu susah menjadi contoh.

“Kita tidak punya sesuatu, tidak mungkin memberi. Bagaimana kita bicara di luar negeri, sedangkan di negara sendiri masih marjinal secara politik dan ekonomi,” ungkap Haedar. [pojoksatu]












Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :