Apakah Skandal e-KTP Selesai Dengan Pengembalian Uang?
[tajuk-indonesia.com] - Hingga hari ini KPK masih bungkam terkait 14 politisi DPR penerima suap dari proyek pengadaan e-KTP yang mengembalikan uang haram.
KPK beralasan, lembaga antisaruah itu akan memisahkan dulu peran dari 14 nama tersebut, siapa di antara mereka yang sudah disebut dalam dakwaan atau terindikasi terlibat langsung dalam kasus korupsi.
Dalam BAP dua pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, uang suap proyek pengadaan e-KTP dibagikan kepada seluruh anggota Komisi II DPR periode 2009-2014, yang saat itu berjumlah 50 orang.
Beberapa hari sebelum persidangan Irman, 14 anggota DPR (periode 2009-2014) penerima suap korupsi e-KTP mengembalikan uang suap sebesar total Rp30 miliar. KPK berjanji, jika bersalah, mereka akan tetap diproses.
Akan tetapi, keengganan KPK membeber nama-nama politisi yang mengembalikan uang negara, yang secara total rugi Rp2,3 miliar, dinilai sejumlah pihak mencurigakan. Hal itu misalnya, diutarakan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Farouk Muhammad.
Menurutnya, dia takut KPK akan menganggap kasus sejumlah anggota DPR penerima suap skandal e-KTP selesai dengan pengembalian uang yang mereka terima. Selain empat belas orang tersebut, masih ada 37 politisi yang diduga turut menerima aliran haram tapi identitasnya tidak diungkap.
Dalam konteks hukum pidana, pengembalian uang suap tentu tidak bisa menghilangkan delik pidana korupsi. Sebab institusi negara bukan seperti institusi rumah tangga yang jika ada anak mencuri uang ayahnya lalu dimaafkan setelah dikembalikan.
Penundaan pengungkapan nama-nama terduga koruptor tersebut dapat mengesankan bahwa KPK menunggu momentum atau karena ada tekanan politik. Hal ini turut menjadi kekuatiran mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, yang mengatakan dirinya yakin anggota KPK tak akan terima suap. Akan tetapi, yang ditakuti Mahfud adalah lembaga itu terkena semilir angin politik.
KPK harus mengusut tuntas korupsi e-KTP dengan tidak terlalu banyak berkutat pada pelemparan wacana yang bisa mengganggu stabilitas nasional.
Menunda mengumumkan beberapa nama, tetapi membocorkan nama-nama yang lain juga rawan dimanfaatkan untuk penggorengan isu.
KPK harus membuktikan kepada publik bahwa lembaganya tak pandang bulu dalam penegakan hukum atas kasus ini karena menyangkut uang rakyat dan angka korupsinya cukup besar. KPK juga haram membawa kasus ini ke ranah politik dengan terus menggembor-gemborkan kasus ini melibatkan banyak anggota DPR, tapi tak berani membeberkannya secara detil. [rima]
Menurutnya, dia takut KPK akan menganggap kasus sejumlah anggota DPR penerima suap skandal e-KTP selesai dengan pengembalian uang yang mereka terima. Selain empat belas orang tersebut, masih ada 37 politisi yang diduga turut menerima aliran haram tapi identitasnya tidak diungkap.
Dalam konteks hukum pidana, pengembalian uang suap tentu tidak bisa menghilangkan delik pidana korupsi. Sebab institusi negara bukan seperti institusi rumah tangga yang jika ada anak mencuri uang ayahnya lalu dimaafkan setelah dikembalikan.
Penundaan pengungkapan nama-nama terduga koruptor tersebut dapat mengesankan bahwa KPK menunggu momentum atau karena ada tekanan politik. Hal ini turut menjadi kekuatiran mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, yang mengatakan dirinya yakin anggota KPK tak akan terima suap. Akan tetapi, yang ditakuti Mahfud adalah lembaga itu terkena semilir angin politik.
KPK harus mengusut tuntas korupsi e-KTP dengan tidak terlalu banyak berkutat pada pelemparan wacana yang bisa mengganggu stabilitas nasional.
Menunda mengumumkan beberapa nama, tetapi membocorkan nama-nama yang lain juga rawan dimanfaatkan untuk penggorengan isu.
KPK harus membuktikan kepada publik bahwa lembaganya tak pandang bulu dalam penegakan hukum atas kasus ini karena menyangkut uang rakyat dan angka korupsinya cukup besar. KPK juga haram membawa kasus ini ke ranah politik dengan terus menggembor-gemborkan kasus ini melibatkan banyak anggota DPR, tapi tak berani membeberkannya secara detil. [rima]