KPK: Tersangka Yang Juga Pengurus Parpol Seharusnya Dipecat
[tajuk-indonesia.com] - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pimpinan partai politik lebih mempertimbangkan aspek integritas dan menelusuri rekam jejak calon pengurus. Sebab masyarakat akan sulit menilai sebuah partai jika kedepannya berkampanye pemberantasan korupsi.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, sudah sepatutnya pemilihan pengurus parpol mengedepankan aspek integritas dan rekam jejak. Jika kedua hal itu tidak dijalankan akan menjadi bumerang bagi parpol sendiri. Terlebih ketika mengkampanyekan isu-isu anti korupsi.
"Belakangan ini kebijakan partai politik sudah bagus. Seharusnya ketika ada tersangka yang menjadi pengurus partai politik dipecat atau diberhentikan. Itu salah satu preseden yang bagus, seharusnya itu diikuti oleh semua partai politik," jelasnya saat dihubungi, Sabtu (25/2).
Meski demikian, pemberhentian pengurus partai yang
terseret kasus korupsi bukan menjadi salah satu cara dalam mengedepankan
aspek integritas. Proses rekrutmen tidak baik juga menjadi pintu masuk
bagi politik transakaksional dalam kepengurusan.
"Tentu saja ini akan berakibat buruk kepada partai itu sendiri, terutama kepercayaan publik terhadap partai itu," ujar Febri.
Belakangan, Ketua Umum Partai Hanura Osman Sapta Odang menjadi sorotan lantaran masih melibatkan atau mendaulat Bambang Wiratmadji Soeharto sebagai wakil ketua Dewan Pembina Hanura. Padahal, Bambang hingga saat ini masih berstatus terdakwa kasus suap kepala Kejaksaan Negeri Praya terkait pemalsuan sertifikat tanah di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Perkara yang menjerat Bambang sempat masuk persidangan Pengadilan Tipikor pada 2015 lalu. Namun, Bambang mengidap sakit komplikasi saat perkaranya akan disidangkan dengan agenda pembacaan dakwaan. Alhasil, hakim memutuskan menunda sidang dakwaan terhadap Bambang hingga waktu yang belum ditentukan.
Bambang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 September 2014. Dia diduga menyuap mantan Kepala Kejari Praya M. Subri bersama dengan anak buahnya Direktur PT Pantai AAN Lusita Anie Razak, terkait pemalsuan sertifikat tanah.
Atas dugaan itu, Bambang dijerat pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau (b) atau pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 55 ayat 1. Sementara, mantan Kepala Kejari Praya M. Subri sudah divonis bersalah dan dipidana selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan. [rmol]
"Tentu saja ini akan berakibat buruk kepada partai itu sendiri, terutama kepercayaan publik terhadap partai itu," ujar Febri.
Belakangan, Ketua Umum Partai Hanura Osman Sapta Odang menjadi sorotan lantaran masih melibatkan atau mendaulat Bambang Wiratmadji Soeharto sebagai wakil ketua Dewan Pembina Hanura. Padahal, Bambang hingga saat ini masih berstatus terdakwa kasus suap kepala Kejaksaan Negeri Praya terkait pemalsuan sertifikat tanah di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Perkara yang menjerat Bambang sempat masuk persidangan Pengadilan Tipikor pada 2015 lalu. Namun, Bambang mengidap sakit komplikasi saat perkaranya akan disidangkan dengan agenda pembacaan dakwaan. Alhasil, hakim memutuskan menunda sidang dakwaan terhadap Bambang hingga waktu yang belum ditentukan.
Bambang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 September 2014. Dia diduga menyuap mantan Kepala Kejari Praya M. Subri bersama dengan anak buahnya Direktur PT Pantai AAN Lusita Anie Razak, terkait pemalsuan sertifikat tanah.
Atas dugaan itu, Bambang dijerat pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau (b) atau pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 55 ayat 1. Sementara, mantan Kepala Kejari Praya M. Subri sudah divonis bersalah dan dipidana selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan. [rmol]