Jokowi Harus Tanggung Jawab Atas Hilangnya Dokumen Munir
[tajuk-indonesia.com] - Sebanyak enam lembaga swadaya masyarakat secara tegas menyatakan keberatan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur yang membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) bahwa dokumen Hasil Penyelidikan Tim Pencari Fakta Meninggalnya Munir merupakan informasi publik. Dan oleh karenanya pemerintah wajib mengumumkan dokumen tersebut kepada masyarakat.
Enam LSM tersebut yakni Kontras, LBH Jakarta, Omah Munir, Setara Institute, YLBHI, Imparsial. dan FAHAM.
“Atas nama keadilan, keyakinan akan kebenaran dan hak konstitusi kami berkeberatan atas putusan PTUN yang membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat tersebut,” kata Ketua Setara Institute Hendardi, Kamis (16/2).
LSM menyampaikan tujuh alasan keberatan. Pertama, putusan bertentangan dengan fakta-fakta bahwa dokumen telah diserahkan kepada pemerintah secara resmi melalui mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005.
“Dan yang bersangkutan juga telah menyerahkan salinan dokumen tersebut kepada Kementerian Sekretariat Negara pada 26 Oktober 2016,” jelas Hendardi.
Kedua, putusan telah melegalkan tindak kriminal negara yang telah dengan sengaja menghilangkan atau menyembunyikan keberadaan dokumen TPF Munir. Ketiga, terjadi kejanggalan dalam pemeriksaan permohonan keberatan di PTUN, di mana majelis hakim tidak melakukan pemeriksaan secara terbuka, dan hanya memanggil para pihak untuk mendengarkan pembacaan putusan.
Keempat, putusan menegaskan bahwa negara melalui berbagai perangkatnya terus berupaya menutupi kasus pembunuhan Munir Said Thalib, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berani mengambil tindakan atas masalah ini.
Kelima, putusan seringkali tidak mematuhi prinsip prinsip akuntabilitas hak asasi manusia. Putusan yang dihasilkan memberi kekebalan hukum bagi para pelaku pelanggaran HAM untuk terus menikmati kekuasaan politik. Hal ini mengindikasikan ada masalah atas judiciary independency, PTUN tak bisa lepas dari tekanan politik dan/atau kekuasaan
“Oleh karenanya kami akan menempuh kasasi, mendesak Presiden Joko Widodo bertanggung jawab atas dihilangkan atau disembunyikannya dokumen TPF oleh pihak Istana Negara. Dan jangan terus menerus lari dari tanggung jawab atas masalah ini dengan bersembunyi di balik perangkat kekuasaan negara,” jelas Hendardi.
LSM juga mendesak Komisi Yudisial untuk melakukan pemantauan dan pemeriksaan terhadap majelis hakim PTUN Jakarta Timur yang memutus perkara tersebut. [gema]
Kedua, putusan telah melegalkan tindak kriminal negara yang telah dengan sengaja menghilangkan atau menyembunyikan keberadaan dokumen TPF Munir. Ketiga, terjadi kejanggalan dalam pemeriksaan permohonan keberatan di PTUN, di mana majelis hakim tidak melakukan pemeriksaan secara terbuka, dan hanya memanggil para pihak untuk mendengarkan pembacaan putusan.
Keempat, putusan menegaskan bahwa negara melalui berbagai perangkatnya terus berupaya menutupi kasus pembunuhan Munir Said Thalib, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berani mengambil tindakan atas masalah ini.
Kelima, putusan seringkali tidak mematuhi prinsip prinsip akuntabilitas hak asasi manusia. Putusan yang dihasilkan memberi kekebalan hukum bagi para pelaku pelanggaran HAM untuk terus menikmati kekuasaan politik. Hal ini mengindikasikan ada masalah atas judiciary independency, PTUN tak bisa lepas dari tekanan politik dan/atau kekuasaan
“Oleh karenanya kami akan menempuh kasasi, mendesak Presiden Joko Widodo bertanggung jawab atas dihilangkan atau disembunyikannya dokumen TPF oleh pihak Istana Negara. Dan jangan terus menerus lari dari tanggung jawab atas masalah ini dengan bersembunyi di balik perangkat kekuasaan negara,” jelas Hendardi.
LSM juga mendesak Komisi Yudisial untuk melakukan pemantauan dan pemeriksaan terhadap majelis hakim PTUN Jakarta Timur yang memutus perkara tersebut. [gema]