Antasari Azhar: Kalau Saya Diplot Jadi Jaksa Agung Dan Menjadi Kenyataan, Ya Alhamdulillah...
[tajukindonesia.net] - Pria kelahiran Pangkal Pinang, 18 Maret 1953 ini ngotot ingin membongkar dalang di balik perkara pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen yang sempat membuatnya jadi pesakitan.
Baru-baru ini Antasari menyambangi Polda Metro Jaya. Dia datang untuk menanyakan kelanjutan laporan SMS misterius yang dilaporkan pada 2011 silam.
Hingga kini laporannya belum ditindaklanjuti. Kabar apa yang didapat Antasari dari kedatangannya ke Polda Metro Jaya dan bagaimana dia menanggapi kabar yang menyebutkan dirinya akan diplot jadi Jaksa Agung, berikut penuturan Antasari;
Setelah menghadap ke penyidik kepolisian, bagaimana tanggapan kepolisian terkait laporan yang ada buat pada 2011 itu?
Selama ini mereka stuck, berhenti pengusutannya nggak tahu alasannya apa, tapi akan mereka lanjutkan lagi.
Agar laporan itu ditindaklanjuti, apa upaya Anda?
Saya akan tanyakan terus sampai mereka bergerak betul. Menanyakan terus agar menuntaskan. Ya apa seminggu sekali, apa dua minggu sekali akan saya datangi mereka.
Kalau dari Polda, kapan akan ditindaklanjuti?
Segera, secepat mungkin.
Oh iya, saat debat cagub-cawagub Pilkada DKI lalu Anda hadir. Posisi Anda di situ sebagai apa?
Ada teman saya, dia dapat undangan. Terus ada undangan lebih, terus saya diajak.
Teman Anda itu tim sukses salah satu pasangan calon?
Saya tidak paham saat dia ajak saya. Saya tidak tahu dia selaku apa. Saya diajak, ya saya ikut saja.
Anda sendiri di Pilkada Jakarta mendukung siapa?
Saya
duduk di kursi undangan. Yang paling penting, saya ini bukan warga
DKIJakarta. Saya warga Banten, jadi relevansinya apa. Kalau misalnya ada
paslon Banten saat acara (debat) itu, mungkin saya yang Banten.
Ada beberapa mantan pimpinan KPK dengan jelas mendukung salah satu pasangan calon, Anda tidak tertarik mengikutinya?
Itu hak mereka sebagai warga negara. Itu kembali, relevensinya. Kita warga negara Indonesia, apa saat itu yang mendukung salah satu calon Presiden Amerika. Tidak ada konteksnya. Kita tidak punya hak pilih.
Setelah Anda muncul di acara debat itu, Anda diidentikan akan terjun ke gelanggang politik. Benar begitu?
Kalau soal itu, selama tidak dilarang, kenapa tidak.
PDIP menyiapkan 'karpet merah' buat Anda jika ingin bergabung. Anda bersedia?
Ya kalau dengan PDIP, saya punya chemistry. Karena saya dulu salah satu aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia di Sumatera Selatan tahun 1976 sampai 1978. Nah, sehingga punya kesamaan ideologi. Tapi, apakah saya akan menjadi anggota, saat ini saya belum punya kartu anggota.
Lalu Anda sendiri sudah berkomunikasi dengan PDI Perjuangan?
Belum ada.
Kalau partai lain?
Belum ada juga.
Jika tawaran itu ada?
Tentunya jika ada, saya akan baca AD/ART-nya. Ya seperti yang tadi saya sampaikan. Jika memang garis ideologinya sama, ya kenapa tidak. Selama undang-undang tidak melarang. Kan hak politik saya tidak dicabut.
Ada kabar Anda akan diplot sebagai Jaksa Agung, apa tanggapan Anda?
Alhamdulillah. Penunjukan jabatan itu hak prerogratif presiden.
Tapi sudah ada pembicaraan dari pihak Istana?
Itu kan rumor, isu. Ya kita nggak usah menanggapi isulah. Ya kalau itu memang menjadi kenyataan, ya Alhamdulillah saja. Tapi ada juga saya lihat salah satu anggota DPR menanggapi, seolah-olah itu tidak baik mantan narapidana aktif lagi. Katanya, orang grasi itu mengakui salah minta ampun. Nah, saya mau tanya balik orang bicara seperti itu, Beliau baca undang-undang nggak? Di pasal berapa, ayat berapa yang mengatakan bahwa orang yang mendapatkan grasi itu dinyatakan bersalah. Itu hak prerogratif presiden kok. Pemberian grasi itu adalah hak konstisional presiden. Kecuali amnesti, itu perlu pertimbangan dewan. Jadi kalau grasi tidak ada pertimbangan dewan. Jadi, dewan nggak usah komentar yang macam-macamlah. *** [rmol]
Ada beberapa mantan pimpinan KPK dengan jelas mendukung salah satu pasangan calon, Anda tidak tertarik mengikutinya?
Itu hak mereka sebagai warga negara. Itu kembali, relevensinya. Kita warga negara Indonesia, apa saat itu yang mendukung salah satu calon Presiden Amerika. Tidak ada konteksnya. Kita tidak punya hak pilih.
Setelah Anda muncul di acara debat itu, Anda diidentikan akan terjun ke gelanggang politik. Benar begitu?
Kalau soal itu, selama tidak dilarang, kenapa tidak.
PDIP menyiapkan 'karpet merah' buat Anda jika ingin bergabung. Anda bersedia?
Ya kalau dengan PDIP, saya punya chemistry. Karena saya dulu salah satu aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia di Sumatera Selatan tahun 1976 sampai 1978. Nah, sehingga punya kesamaan ideologi. Tapi, apakah saya akan menjadi anggota, saat ini saya belum punya kartu anggota.
Lalu Anda sendiri sudah berkomunikasi dengan PDI Perjuangan?
Belum ada.
Kalau partai lain?
Belum ada juga.
Jika tawaran itu ada?
Tentunya jika ada, saya akan baca AD/ART-nya. Ya seperti yang tadi saya sampaikan. Jika memang garis ideologinya sama, ya kenapa tidak. Selama undang-undang tidak melarang. Kan hak politik saya tidak dicabut.
Ada kabar Anda akan diplot sebagai Jaksa Agung, apa tanggapan Anda?
Alhamdulillah. Penunjukan jabatan itu hak prerogratif presiden.
Tapi sudah ada pembicaraan dari pihak Istana?
Itu kan rumor, isu. Ya kita nggak usah menanggapi isulah. Ya kalau itu memang menjadi kenyataan, ya Alhamdulillah saja. Tapi ada juga saya lihat salah satu anggota DPR menanggapi, seolah-olah itu tidak baik mantan narapidana aktif lagi. Katanya, orang grasi itu mengakui salah minta ampun. Nah, saya mau tanya balik orang bicara seperti itu, Beliau baca undang-undang nggak? Di pasal berapa, ayat berapa yang mengatakan bahwa orang yang mendapatkan grasi itu dinyatakan bersalah. Itu hak prerogratif presiden kok. Pemberian grasi itu adalah hak konstisional presiden. Kecuali amnesti, itu perlu pertimbangan dewan. Jadi kalau grasi tidak ada pertimbangan dewan. Jadi, dewan nggak usah komentar yang macam-macamlah. *** [rmol]