Ada Bahaya Yuridis Pertemuan KH Ma'ruf Amin Dengan Ahok
[tajukindonesia.net] - Sebaiknya, rencana pertemuan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ma'ruf Amin, dengan Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama atau Ahok, dibatalkan.
Rencana pertemuan itu sebagai inisiatif Ahok yang ingin meminta maaf karena terkesan memojokkan Ma'ruf saat persidangan kasus dugaan penistaan agama di mana dirinya menjadi terdakwa. Ahok mengaku bahwa pihaknya memiliki bukti percakapan antara Ma'ruf dengan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pengakuan itu menimbulkan spekulasi bahwa pihak Ahok telah melakukan penyadapan ilegal.
Menurut mantan Anggota Komisi Hukum DPR, Djoko Edhi S Abdurrahman, pertemuan antara Rais Aam dengan Ahok berbahaya secara yuridis. Masalahnya, penyadapan adalah delik umum kejahatan berat.
"Pertemuan itu
akan mendistorsi delik dan yang memetik keuntungan adalah Ahok. Delik
umum kejahatan berat tak bisa diselesaikan out of court (di luar
pengadilan), selain itu menjadi 'milik kekuasaan' Penyidik dan Penuntut
secara hukum acara. Artinya, ultimatum remidium (hukum adalah upaya
terakhir) tidak berlaku pada perbuatan kejahatan berat," tulis Djoko
dalam pesan elektroniknya, Jumat (3/2).
Di samping itu, yang dirugikan oleh penyadapan tersebut bukan saja KH Ma'ruf Amin, tetapi juga SBY. Seehingga, mustahil diselesaikan out of court.
Djoko menambahkan, pihak yang tak kalah penting adalah publik karena korban penyadapan ilegal adalah publik. Tindakan itu melanggar HAM dan berbahaya bagi semua orang. Belum lagi kemungkinan besar keterlibatan negara (state crime) dan pejabat negara (abuse of power).
"Secara aktual, keterlibatan kompetisi event politik Pilkada DKI di mana pertemuan tersebut akan menjadi komoditas politik," jelasnya.
Secara teknik yuridis, bila terbukti penyadapan tersebut untuk memanipulasi dusta dari Ma'ruf Amin, berlaku aturan main persidangan Majelis Hakim. Kemungkinan besar dusta di bawah sumpah akan digunakan secara intensif oleh lawyer Ahok. Sebab, tak ada jalan lain.
"Kasus ini membuka bab baru hukum acara. DPR sudah masanya menyelesaikan UU Penyadapan dalam prioritas. UU ini tadinya terhambat dengan pentingnya peran teknik yuridis penyadapan KPK. Karena kini, KPK juga sudah tak begitu diperlukan lagi, maka UU Penyadapan harus segera dirampungkan sekaligus untuk mendorong dimunculkannya Hakim Pengawas aktif," pungkasnya. [rmol]
Di samping itu, yang dirugikan oleh penyadapan tersebut bukan saja KH Ma'ruf Amin, tetapi juga SBY. Seehingga, mustahil diselesaikan out of court.
Djoko menambahkan, pihak yang tak kalah penting adalah publik karena korban penyadapan ilegal adalah publik. Tindakan itu melanggar HAM dan berbahaya bagi semua orang. Belum lagi kemungkinan besar keterlibatan negara (state crime) dan pejabat negara (abuse of power).
"Secara aktual, keterlibatan kompetisi event politik Pilkada DKI di mana pertemuan tersebut akan menjadi komoditas politik," jelasnya.
Secara teknik yuridis, bila terbukti penyadapan tersebut untuk memanipulasi dusta dari Ma'ruf Amin, berlaku aturan main persidangan Majelis Hakim. Kemungkinan besar dusta di bawah sumpah akan digunakan secara intensif oleh lawyer Ahok. Sebab, tak ada jalan lain.
"Kasus ini membuka bab baru hukum acara. DPR sudah masanya menyelesaikan UU Penyadapan dalam prioritas. UU ini tadinya terhambat dengan pentingnya peran teknik yuridis penyadapan KPK. Karena kini, KPK juga sudah tak begitu diperlukan lagi, maka UU Penyadapan harus segera dirampungkan sekaligus untuk mendorong dimunculkannya Hakim Pengawas aktif," pungkasnya. [rmol]