Ungkap Rahasia Besar ! KPK: Kasus Suap Garuda Dilakukan Berjamaah
[tajukindonesia.net] Kasus dugaan suap dalam pengadaan pesawat dan mesin
pesawat Airbus A330 di PT Garuda Indonesia terjadi dalam kurun 2005-2014 dan
dilakukan secara bersama-sama atau berjamaah.
Begitu kata Jurubicara Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Febri Diansyah saat dihubungi, Minggu (22/1).
"Kasus dugaan suap ini merupakan perbuatan
berlanjut dan bersama-sama. Karena itu, baik terhadap ESA (Emirsyah Satar) atau
SS (Soetikno Soedarjo) kami gunakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1)
KUHP," ujarnya, yang berarti KPK akan mendalami keterlibatan pihak lain
yang terkait dengan perkara ini.
Dijelaskan Febri bahwa suap sebesar Rp 20 miliar
yang diterima Emirsyah dilakukan melalui beberapa kali transfer ke beberapa
rekening. Sementara bank yang digunakan adalah bank-bank di Singapura.
"Benar, transaksi dilakukan menggunakan
mekanisme jasa keuangan yang berada di Singapura," sambungnya.
Diketahui, Nama Emirsyah dan Soetikno mencuat
setelah KPK melakukan penyelidikan informasi masyarakat yang menjelaskan ada
pejabat BUMN menerima grativikasi di Singapura.
Ketua KPK juga pernah menyinggung adanya pejabat
plat merah menerima gratifikasi. Setelah enam bulan penyelidikan akhirnya KPK
mengungapkan Emirsyah merupakan pejabat BUMN yang diduga menerima suap.
Emirsyah ditetapkan sebagai tersangka lantaran
diduga menerima uang dengan total Rp20 miliar dalam bentuk euro dan dolar
Amerika Serikat.
Emirsyah dalam perkara ini menerima sekitar 1,2
juta euro dan 180 ribu dolar Amerika Serikat, serta barang setara 2 juta dolar
Amerika Serikat yang berada di Indonesia dan Singapura.
Atas perbuatannya, Emirsyah selaku pihak yang
diduga menerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan atau
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64
ayat (1) KUHP.
Sementara Soetikno Soedarjo selaku pihak yang
diduga memberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5
ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana
telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001juncto Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. [rm]