STNK-BPKB naik 300%, Menkeu Dan Kapolri Ngeles
[tajukindonesia.net] Keluhan rakyat soal
pengurusan surat kendaraan bermotor yang tarifnya hampir naik 300 persen sampai
juga ke telinga Presiden Jokowi. Eks Walikota Solo itu menilai kenaikan tarif
tersebut telalu tinggi. Dia menginstruksikan jajarannya untuk menghitung ulang.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian
menyatakan usulan kenaikan bukan dari lembaganya.
Sehari jelang pemberlakuan
tarif baru pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, kemarin, Kantor Ditlantas
Metro Jaya Jakarta diserbu ribuan warga yang hendak mengurus surat-surat
kendaraan. Saking banyaknya warga, antrean memanjang hingga ke lapangan parki.
Entah berapa banyak yang mengantre. Sekadar gambaran, baru pukul 8 pagi, nomor
antrean sudah mencapai 1.500-an. Warga terpaksa berdesakan dari pagi buta agar
tidak kena tarif baru yang mulai berlaku hari ini. Pemandangan antrean panjang
ini terjadi hampir di setiap kantor Samsat di sejumlah daerah.
Sekadar tahu saja, mulai hari ini berlaku tarif
baru pengurusan surat-surat kendaraan bermotor. Kenaikan bervariasi mulai dari
dua kali hingga tiga kali lipat dari tarif semula. Kenaikan tarif itu tertuang
dalam PP No 60/2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) yang berlaku pada kepolisian. Peraturan itu diteken Jokowi pada 2
Desember 2016 dan berlaku mulai 6 Januari 2017.
Berapa kenaikannya? Sebagai contoh, biaya
penerbitan STNK roda dua naik dari Rp 50 ribu menjadi Rp 100 ribu. Adapun
penerbitan BPKB untuk motor baru atau pindah kepemilikan naik dari Rp 80 ribu
menjadi Rp 225 ribu. Sementara biaya mutasi naik dua kali lipat menjadi Rp 150
ribu.
Tentu saja, pemberlakuan tarif baru ini memancing
kehebohan di masyarakat. Awal pekan ini, dunia maya dipenuhi berbagai keluhan
soal itu. Nah, Jokowi rupanya mendengar juga keluhan tersebut. Menurut Menko
Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Jokowi sempat menyinggung kenaikan tarif
itu dalam Rapat Kabinet Paripurna di Istana Bogor, Rabu kemarin. Kata dia,
Presiden meminta kenaikan tarif jangan tinggi-tinggi amat. "Janganlah naik
tinggi-tinggi. Apa iya harus naik sampai 300 persen?" katanya mengutip
pernyataan Presiden di Jakarta, Rabu malam.
Menindaklanjuti hal itu, pemerintah akan
menghitung kembali kenaikan tarif. Sebab, biaya yang ditetapkan ini menyangkut
pelayanan kepada masyarakat yang semestinya mendapat keringanan dari
pemerintah.
Soal kenaikan itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian
menyatakan, kenaikan berdasarkan pertimbangan dari beberapa lembaga terkait.
"Kenaikan ini bukan karena dari Polri, tolong dipahami," kata Tito di
Mabes Polri, Rabu (4/1). Menurut dia, kenaikan tarif itu berangkat dari temuan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menganggap harga material sudah naik.
"Material itu untuk STNK, BPKB, zaman 5 tahun lalu segitu, sekarang sudah
naik," ujarnya.
Kenaikan tarif juga diusulkan Banggar DPR, yang
menilai biaya di Indonesia termasuk yang terendah di dunia. Jadi, tarifnya
perlu dinaikkan. Selain menutupi harga material yang meningkat, kenaikan tarif
itu juga bertujuan meningkatkan pelayanan sistem online untuk pembuatan SIM,
STNK dan BPKB. "Jadi kenaikan ini bukan hanya untuk kepentingan
penghasilan negara tapi juga untuk perbaikan pelayanan kualitas mutu dari SIM,
STNK, BPKB. Orang tidak perlu pulang kampung (buat SIM), bisa menghemat,"
cetusnya.
Menkeu Sri Mulyani menyampaikan hal yang kurang
lebih serupa. Dia bilang, tarif kepengurusan belum mengalami kenaikan selama
tujuh tahun terakhir. Jadi, wajar jika ada peningkatan biaya mengingat inflasi
dan pelayanan yang juga bertambah. "PNBP harus mencerminkan tingkat
kualitas pelayanan. Pemerintah lebih efisien, baik dan terbuka tapi masyarakat
juga membayar sesuai jasa yang diberikan pemerintah dengan baik," kata Sri
Mul.
Protes datang dari LSM. Sekjen Forum Indonesia
untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mengatakan, kenaikan itu tak
adil bagi rakyat di kondisi ekonomi yang lagi lesu. "Ini seperti kado
pahit bagi rakyat," kata dia saat konferensi pers di kantornya, kemarin.
Yenny paham pemerintah membutuhkan uang yang
banyak untuk membiayai proyek infrastruktur. Namun, caranya bukan menguras uang
rakyat. Cari cara lain, misalnya memperbaiki tata kelola sumber daya alam dan
sebagainya. Apalagi dalam catatan Fitra, masyarakat masih mengeluhkan
pengurusan surat kendaraan. Karena rumit, boros waktu dan tidak transparan.
"Kenaikan ini juga cacat administratif, karena tidak ada uji publik dan
naskah akademik kelompok fungsional," katanya.
Yenny menambahkan, kenaikan harga kertas dan
material untuk pembuatan surat-surat tersebut tidak signifikan. Karena itu,
keputusan menaikkan tarif hingga tiga kali lipat tak tepat. Dia pun meminta
Menkeu dan Kapolri segera melakukan revisi seperti yang dititahkan Presiden.
"Jangan ngeles. Kebijakan ini semakin
memberatkan masyarakat karena bersamaan dengan kenaikan tarif dasar listrik dan
harga bahan bakar minyak. Pemerintah seperti tidak punya sense of crisis. Menaikkan harga berbarengan," pungkasnya. [rm]