Pembelian Saham Freeport Diserahkan ke Yayasan Dana Pensiun. Ada Apa?
[tajukindonesia.net] - Keseriusan pemerintah untuk membeli 10,64 persen saham PT Freeport Indonesia masih belum terlihat. Pemerintah hanya bisa memberi harga 630 juta dollar AS. Harga saham Freeport saat ditawarkan sebesar 1,7 miliar dollar AS dinilai kemahalan. Saham Freeport 10,64 persen lantas ditawarkan ke yayasan pengelola dana pensiun.
Alasannya, hal itu sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin yayasan dana pensiun besar bisa segera menyerap saham milik perusahaan tambang asal Amerika Serikat.
"Arahan Presiden mungkin beberapa yayasan dana pensiun yang besar dan dikendalikan pemerintah itu mungkin akan dihimbau untuk mempertimbangkan apakah ini mau akuisisi saham itu (Freeport)," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
Jonan memaparkan yayasan dana pensiun mendapat prioritas karena memiliki banyak aset. Presiden kata Jonan juga ingin secepatnya menyerap saham PT Freeport Indonesia.
"Arahan Presiden itu ke Dana Pensiun dan sebagainya yang dikuasai negara," ungkap Jonan.
Jonan menegaskan, saham akan ditawarkan kepada pemerintah terlebih dahulu. Jika tidak sesuai harganya, maka akan dioper kepada BUMN, BUMD lalu penawaran terakhir kepada swasta nasional.
"Jadi kalau pemerintah, BUMN dan BUMD tidak mau menyerap bisa ke swasta nasional," ungkap Jonan. [jtns]
"Arahan Presiden mungkin beberapa yayasan dana pensiun yang besar dan dikendalikan pemerintah itu mungkin akan dihimbau untuk mempertimbangkan apakah ini mau akuisisi saham itu (Freeport)," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
Jonan memaparkan yayasan dana pensiun mendapat prioritas karena memiliki banyak aset. Presiden kata Jonan juga ingin secepatnya menyerap saham PT Freeport Indonesia.
"Arahan Presiden itu ke Dana Pensiun dan sebagainya yang dikuasai negara," ungkap Jonan.
Jonan menegaskan, saham akan ditawarkan kepada pemerintah terlebih dahulu. Jika tidak sesuai harganya, maka akan dioper kepada BUMN, BUMD lalu penawaran terakhir kepada swasta nasional.
"Jadi kalau pemerintah, BUMN dan BUMD tidak mau menyerap bisa ke swasta nasional," ungkap Jonan. [jtns]