Parliementary dan President Treshold Tak Diperlukan Lagi, Ini Penjelasan Margarito si Pakar Hukum
[tajukindonesia.net] Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai ambang batas
parlemen (Parliementary Treshold) dan President Treshold tidak perlu diterapkan
lagi. Alasannya, karena Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019
mendatang akan diberlakukan secara serentak.
"Mengacu
Putusan MK, pemilu itu memilih legislatif dan presiden pada saat yang
bersamaan, penyelenggarannya satu hari atau dihari yang sama. Peserta pemilu
adalah partai politik, yang bisa usung caleg dan capres. Itu konsekuensi dari
pemilu serentak," ujar Margarito Kamis dalam diskusi dengan tema 'RUU
Pemilu dan Pertaruhan Demokrasi", Jakarta, Sabtu (14/1/2017).
Margarito
menambahkan sebenarnya tidak ada landasan konstitusional tentang penetapan
ambang batas parlemen maupun presiden dalam pemilu. Sehingga, menurut dia,
pemberlakuan Parliementary Treshold maupun President Treshold itu
inkonstitusional karena akan menyebabkan adanya dominasi dari kaum mayoritas
"Iya,
maka threshold (ambang batas) jadi inkonstitusional. Parliementary kita jangan
ikut Jerman, Turki karena mereka tidak punya Pancasila dan UUD 1945,"
tandasnya
Penerapan
ambang batas, menurut Margarito sama saja dengan menghilangkan suara atau hak
pilih. Ini tidak sesuai dengan Pancasila. Penerapan ambang batas adalah karena
meniru negara barat yang memiliki sejarah politik dari awal memang tidak semua
warganya mau memilih meski diberikan hak pilih.
"Bangsa
ini tidak ada sejarahnya sama sekali menghilangkan suara pemilih. Pada Pemilu
demokratis pertama tahun 1955 tak ada ambang batas itu. Ingat, sejarah Pemilu
bangsa ini tidak pernah memotong satu hak sekalipun, kecuali orang itu
sendiri tidak mau menggunakan hak pilihnya," tegasnya. [trp]