MUI di Tuding Terlalu Tergesa-gesa Keluarkan Sikap Keagamaan
[tajukindonesia.net] - Tim Kuasa Hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyayangkan sikap dan pendapat keagamaan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pada tanggal 11 Oktober 2016.
Tim Pengacara Ahok Pertanyakan Beda Sikap Antara MUI DKI dengan MUI Pusat
Tim pengacara Ahok menilai MUI seakan tergesa-gesa mengeluarkan sikap dan pendapat keagamaan terhadap Ahok terkait pidato yang menyinggung surat Al-Maidah di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu.
"Pendapat dan sikap MUI itu sudah menyatakan Pak Basuki bersalah dan meminta untuk dilakukan proses hukum. Jadi sifatnya sudah menghukum," ungkap anggota tim kuasa hukum Ahok, Humprey Djemat, di sela-sela persidangan, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2017).
Humprey menyimpulkan sikap MUI tersebut seakan tergesa-gesa, mengingat Ahok telah lebih dahulu mendapat surat teguran dari MUI DKI Jakarta dua hari sebelum MUI Pusat menentukan sikap, yakni tanggal 9 Oktober 2016.
"Pertanyaannya, tanggal 9 Oktober MUI DKI Jakarta mengeluarkan teguran. Selang 2 hari, tanggal 11 Oktober MUI Pusat mengeluarkan pandangan dan sikap keagamaan yang justru menghukum. Orang baru ditegor kok langsung dihukum. Artinya ada ketergesa-gesaan MUI Pusat untuk melakukan penghukuman kepada Basuki," ujarnya.
Di sisi lain Humprey menilai, dalam selang waktu dua hari tersebut, Ahok tidak melakukan kesalahan serupa yang memungkinkan dikeluarkannya penghukuman.
"Sedangkan kaitannya dengan surat MUI DKI Jakarta, sifatnya peringatan atau teguran. Berarti kalau teguran kan kaitannya agar orang itu tidak mengulangi perbuatannya, kalau mengulangi perbuatannya baru dihukum. Tapi, tanggal 11 Oktober, MUI Pusat sudah mengeluarkan sikap dan pendapat keagamaan yang menyatakan Ahok bersalah," ujarnya.
Hal tersebut yang kemudian disayangkan tim kuasa hukum. Pasalnya, Humprey menganggap tindakan Ahok masih bisa ditanggapi melalui teguran yang dilanjutkan dengan proses klarifikasi (tabayun) tanpa menyimpulkan secara cepat bahwa Ahok bersalah.
"Apa harus dilakukan sikap yang menghukum. Kenapa tidak seperti MUI DKI Jakarta yang menegur lalu dilanjutkan dengan klarifikasi tabayun?" terangnya. [jtns]
"Pertanyaannya, tanggal 9 Oktober MUI DKI Jakarta mengeluarkan teguran. Selang 2 hari, tanggal 11 Oktober MUI Pusat mengeluarkan pandangan dan sikap keagamaan yang justru menghukum. Orang baru ditegor kok langsung dihukum. Artinya ada ketergesa-gesaan MUI Pusat untuk melakukan penghukuman kepada Basuki," ujarnya.
Di sisi lain Humprey menilai, dalam selang waktu dua hari tersebut, Ahok tidak melakukan kesalahan serupa yang memungkinkan dikeluarkannya penghukuman.
"Sedangkan kaitannya dengan surat MUI DKI Jakarta, sifatnya peringatan atau teguran. Berarti kalau teguran kan kaitannya agar orang itu tidak mengulangi perbuatannya, kalau mengulangi perbuatannya baru dihukum. Tapi, tanggal 11 Oktober, MUI Pusat sudah mengeluarkan sikap dan pendapat keagamaan yang menyatakan Ahok bersalah," ujarnya.
Hal tersebut yang kemudian disayangkan tim kuasa hukum. Pasalnya, Humprey menganggap tindakan Ahok masih bisa ditanggapi melalui teguran yang dilanjutkan dengan proses klarifikasi (tabayun) tanpa menyimpulkan secara cepat bahwa Ahok bersalah.
"Apa harus dilakukan sikap yang menghukum. Kenapa tidak seperti MUI DKI Jakarta yang menegur lalu dilanjutkan dengan klarifikasi tabayun?" terangnya. [jtns]