Berikut Tokoh Kunci Skandal Sumber Waras
[tajukindonesia.net] - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini terkesan mengabaikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terkait kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW).
Belakangan, nama mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI, dr. Dien Emawati, disebut-sebut bakal dijadikan 'tumbal' tunggal, selaku eksekutor pengadaan lahan oleh Pemprov DKI.
Koordinator Indonesian for Transparency and Akuntabillity (Infra), Agus Chaerudin melihat, sosok Dien dianggap jadi tokoh kunci yang mengetahui persis bagaimana proses pembelian lahan yang bermasalah itu.
Ia mengungkapkan, bahwa sebelum tahun 2014 tidak pernah ada rencana Pemprov DKI untuk membeli suatu lahan maupun membangun RS Khusus Kanker.
Mestinya, kata dia, bila Pemprov DKI maupun Pemda lain ingin membangun sebuah RS pasti jauh hari sebelumnya, sekitar 1-2 tahun untuk merencanakannya.
"Harusnya ada penelitian dan kajian tentang hal tersebut. Dan bila sudah semua dilakukan dengan matang, barulah usulan Proyek tersebut diajukan Bappeda DKI kepada DPRD melalui RAPBD," kata Agus saat dihubungi di Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Anehnya, kata dia, untuk pengadaan lahan Sumber Waras ini, awal bulan Mei 2014 tiba-tiba Plt Gubernur DKI saat itu (Ahok) mengumumkan akan membangun RS Khusus Kanker.
"Alasannya pada waktu itu karena pasien di RS Dharmais dan RS Harapan Kita sudah membludak dan tidak tertampung. Ahok mengatakan akan pemprov DKI akan membangun sebuah RS Kanker dengan dana sebesar Rp1,5 Trilyun," terangnya.
Tidak bisa tidak, lanjutnya, ide pribadi Plt Gubernur yang tiba-tiba ini membuat publik menghubungkan rencana Ahok itu dengan posisi istrinya Veronica Tan yang beberapa bulan sebelumnya baru saja diangkat menjadi Ketua Yayasan Kanker DKI.
Menurutnya, kemungkinan besar Veronica Tan lah yang meminta kepada sang suami agar Pemprov DKI memiliki RS Kanker yang baru.
Selain itu, yang janggal lainnya, ungkap Agus, pada tanggal 14 November 2014, tampak Dinas Kesehatan DKI dengan terpaksa mengeluarkan rekomendasi bahwa lahan tersebut layak pakai untuk sebuah RS Besar.
"Kajian ini cukup aneh karena tidak memenuhi syarat lahan sebenarnya. Benar bahwa luas lahan 3,7 Hektar itu sudah cukup tetapi Akses ke Jalan Raya tidak ada dan tidak memenuhi syarat. Lahan tersebut juga rawan banjir karena lebih rendah dan berada disamping saluran Kanal Barat. Dan yang paling tidak memenuhi syarat adalah lahan tidak siap pakai dimana diatas lahan tersebut masih berdiri setidaknya 9 bangunan milik perorangan yang terkait Sumber Waras," ungkap dia.
Ia melanjutkan, namun entah karena alasan apa, setelah anggaran sudah siap dan sudah ada rekomendasi Dinas Kesehatan DKI per tanggal 14 November. Meski, Pemprov DKI belum menyatakan secara resmi akan membeli lahan Sumber Waras.
"Barulah pada tanggal 10 Desember 2014 Pemprov DKI melalui Gubernur Ahok menyatakan Pemprov DKI akan membeli lahan tersebut. Pengumuman ini ditindak-lanjuti Sumber Waras tanggal 11 Desember bahwa perjanjian jual-beli dengan PT.Ciputra telah dibatalkan," terangnya.
Lagi-lagi ia mengungkapkan, di tanggal 16 Desember 2014 Kadis Kesehatan DKI sepertinya dipaksa oleh Gubernur Ahok untuk menyurati Dinas Pelayanan Pajak untuk meminta keterangan tentang NJOP tahun 2014 untuk lahan tersebut. Meskipun belum ada balasan Dinas Pelayanan Pajak, lanjut Agus, pada tanggal 17 Desember Kadis Kesehatan DKI diminta (dipaksa) Ahok untuk bersama Kartini Mulyadi yang mewakili Sumber Waras untuk membuat Akta Jual Beli di Notaris Tri Firdaus Akbarsyah.
"Akte Jual-Beli itu cacat hukum karena terbukti tidak ada salinan pelunasan pembayaran PBB atas lahan tersebut," terangny.
Disisi lain, kata Agus, seharusnya setelah ada Akta Jual-Beli tersebut pihak Pemprov DKI langsung membayar pihak Sumber Waras senilai Rp755.689.550.000, dikurangi pajak PPh Pasal 21 sebesar 5%.
"Tetapi faktanya mulai tanggal 18 Desember 2014 hingga tanggal 29 Desember 2014 pihak Pemprov DKI tidak kunjung juga membayar Sumber Waras," jelas Agus.
Kemudian, kata Agus, karena tanggal 29 Desember 2014 baru ada Penetapan NJOP dan PBB, maka barulah pada tanggal 30 Desember 2014 Dinas Kesehatan DKI mempersiapkan pembayaran kepada Sumber Waras.
"Disinilah terjadi momen krusial dimana Kadis Kesehatan DKI tidak berada ditempat. Kabar burung lainnya mengatakan Kadis Kesehatan tidak bersedia membayar Sumber Waras karena faktanya Sumber Waras belum membayar PBB selama 10 tahun. Kadis Kesehatan dr. Dien Emawati dikabarkan tidak berani melakukan pembayaran tersebut sehingga akhirnya Bendahara Dinkes yang melakukannya dengan menggunakan Uang Persediaan. Sehingga, tanggal 31 Desember 2014 pukul 19.00 WIB barulah terjadi pembayaran Pemprov DKI kepada Sumber Waras," papar dia.
Selanjutnya, ujar Agus, pada tanggal 2 Januari 2015 Kepala Dinas Kesehatan dr. Dien Emawati langsung diberhentikan oleh Gubernur Ahok dan digantikan oleh dr. Kusmedi.
Untuk diketahui, pada bulan Juli 2015 BPK DKI sudah mengatakan pembelian Lahan Sumber Waras bermasalah. Hal itu, juga sempat disesalkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kusmedi. Ia mengaku, baru mengetahui bahwa Lahan Sumber Waras itu memiliki 2 nama pada sertifikatnya.
"Pemiliknya sama, (sertifikat) atas nama RS Sumber Waras sama Bu Kartining Mulyono," kata Kusmedi di gedung DPRD DKI Jakarta, beberapa saat lalu.
Kusmedi mengatakan, pihak Pemprov tidak ada yang berusaha menyalahgunakan tempat. Namun ia mengakui, karena ketidaktahuan mereka, urusan jual beli tanah ini menjadi rumit.
"Mungkin kalau tahu dari awal semuanya, mungkin kejadiannya nggak gini," kata Kusmedi.
Dari semua fakta diatas, Agus menegaskan bahwa seharusnya KPK meminta keterangan dari dr.Dien Emawati dan dr.Kusmedi. Hal itu, kata dia, guna mencari tahu mengapa pembelian lahan Sumber Waras tersebut penuh kejanggalan. [ts]
"Barulah pada tanggal 10 Desember 2014 Pemprov DKI melalui Gubernur Ahok menyatakan Pemprov DKI akan membeli lahan tersebut. Pengumuman ini ditindak-lanjuti Sumber Waras tanggal 11 Desember bahwa perjanjian jual-beli dengan PT.Ciputra telah dibatalkan," terangnya.
Lagi-lagi ia mengungkapkan, di tanggal 16 Desember 2014 Kadis Kesehatan DKI sepertinya dipaksa oleh Gubernur Ahok untuk menyurati Dinas Pelayanan Pajak untuk meminta keterangan tentang NJOP tahun 2014 untuk lahan tersebut. Meskipun belum ada balasan Dinas Pelayanan Pajak, lanjut Agus, pada tanggal 17 Desember Kadis Kesehatan DKI diminta (dipaksa) Ahok untuk bersama Kartini Mulyadi yang mewakili Sumber Waras untuk membuat Akta Jual Beli di Notaris Tri Firdaus Akbarsyah.
"Akte Jual-Beli itu cacat hukum karena terbukti tidak ada salinan pelunasan pembayaran PBB atas lahan tersebut," terangny.
Disisi lain, kata Agus, seharusnya setelah ada Akta Jual-Beli tersebut pihak Pemprov DKI langsung membayar pihak Sumber Waras senilai Rp755.689.550.000, dikurangi pajak PPh Pasal 21 sebesar 5%.
"Tetapi faktanya mulai tanggal 18 Desember 2014 hingga tanggal 29 Desember 2014 pihak Pemprov DKI tidak kunjung juga membayar Sumber Waras," jelas Agus.
Kemudian, kata Agus, karena tanggal 29 Desember 2014 baru ada Penetapan NJOP dan PBB, maka barulah pada tanggal 30 Desember 2014 Dinas Kesehatan DKI mempersiapkan pembayaran kepada Sumber Waras.
"Disinilah terjadi momen krusial dimana Kadis Kesehatan DKI tidak berada ditempat. Kabar burung lainnya mengatakan Kadis Kesehatan tidak bersedia membayar Sumber Waras karena faktanya Sumber Waras belum membayar PBB selama 10 tahun. Kadis Kesehatan dr. Dien Emawati dikabarkan tidak berani melakukan pembayaran tersebut sehingga akhirnya Bendahara Dinkes yang melakukannya dengan menggunakan Uang Persediaan. Sehingga, tanggal 31 Desember 2014 pukul 19.00 WIB barulah terjadi pembayaran Pemprov DKI kepada Sumber Waras," papar dia.
Selanjutnya, ujar Agus, pada tanggal 2 Januari 2015 Kepala Dinas Kesehatan dr. Dien Emawati langsung diberhentikan oleh Gubernur Ahok dan digantikan oleh dr. Kusmedi.
Untuk diketahui, pada bulan Juli 2015 BPK DKI sudah mengatakan pembelian Lahan Sumber Waras bermasalah. Hal itu, juga sempat disesalkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kusmedi. Ia mengaku, baru mengetahui bahwa Lahan Sumber Waras itu memiliki 2 nama pada sertifikatnya.
"Pemiliknya sama, (sertifikat) atas nama RS Sumber Waras sama Bu Kartining Mulyono," kata Kusmedi di gedung DPRD DKI Jakarta, beberapa saat lalu.
Kusmedi mengatakan, pihak Pemprov tidak ada yang berusaha menyalahgunakan tempat. Namun ia mengakui, karena ketidaktahuan mereka, urusan jual beli tanah ini menjadi rumit.
"Mungkin kalau tahu dari awal semuanya, mungkin kejadiannya nggak gini," kata Kusmedi.
Dari semua fakta diatas, Agus menegaskan bahwa seharusnya KPK meminta keterangan dari dr.Dien Emawati dan dr.Kusmedi. Hal itu, kata dia, guna mencari tahu mengapa pembelian lahan Sumber Waras tersebut penuh kejanggalan. [ts]