Pengadilan Kasus Penodaan Terhadap Al Quran Oleh Ahok Tak Perlu Di Tunda, Berikut Alasannya !
[tajukindonesia.com] - Pengadilan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) dalam kasus penodaan terhadap Al Quran tidak bisa ditunda.
Pelanggaran hukum yang dilakukan Ahok itu bukan saat kampanye dan tidak ada
kaitannya dengan pilkada.
“Ketika peristiwa hukum yang dilakukan Ahok, belum
masuk masa kampanye sehingga delik kejahatan yang dilakukan Ahok berada di luar
aturan kampanye pilkada,” kata mantan anggota Komisi III Djoko Edhi S
Abdurrahman dalam pernyataan kepada suaranasional, Sabtu (15/10).
Djoko Edhie tidak
menemukan aturan hukum yang bisa menunda proses hukum terhadap Ahok dikarenakan
pilkada.
“Lantas aturan main mana yang mampu membenarkan bahwa delik peristiwa
hukum itu dapat ditunda, dikesampingkan, dipetieskan, dan dianggap sebagai
hukum pilkada? Saya tak menemukannya,”
ungkapnya.
Kata Djoko Edhi, yang bisa ditunda adalah delik aduan, bukan delik
umum seperti kasus Ahok. Penistaan agama yg tak terliput oleh KUHP dari
yurisprudensinya memakai UU PNPS 1965 dan 1963 utk memastikan delik tersebut
bukan delik aduan dan bukan tipiring.
“Masalah muncul, apa landasan hukum yg
mampu menegasikan delik berat tersebut? Hendaknya kita harus tetap memakai
hukum untuk menyelesaikan konflik masyarakat, dan bukan sebaliknya, semata
karena Ahok mampu menggunakan kekuasaan, dan rakyat tidak,” ungkapnya.
Pilihannya hanya dua. Rechtsstaat (negara hukum) atau machtstaat (negara
kekuasaan). Jika negara hukum, jelaskan hukumnya. Jika negara kekuasaan,
jelaskan kekuasaan itu. Apapun yang dipilih akan memperoleh jawaban dari rakyat.
Kata Djoko Edhie, untuk sebuah perbandingan di zaman Orde Baru, adalah
machstaat, tapi hukum tetap jalan. Itu membuat kekuasaan Soeharto irit.
“Sekarang adalah playgame kekuasaan. Lalu hukum bisa seperti karet. Ini memulai
yg dikemukakan Joan Bodin, demokrasi tanpa hukum hanya eksistensi anarkisme.
Kekuasaan tinggal memilih, mengenyahkan karet dari hukum atau mengembangkan
tesis Joan Bodin,” pungkas Djoko Edhi. [sn]