Menhan Ryamizard Ryacudu Tolak Usulan Pemberian Hak Politik Bagi TNI
[tajukindonesia.com] - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menolak usulan pemberian hak politik bagi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Saat ini, dia menilai negara belum siap apabila TNI aktif terjun untuk urusan politik.
"Kalau sekarang enggak pas. Saya tidak mau berpolitik. Kondisi belum matang berpolitiknya jangan sampai nanti ada TNI PDIP, TNI Golkar, TNI nanti bisa perang sendiri," kata Ryamizard di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/10/2016).
Ryamizard menambahkan, soal waktu pemberian hak politik bagi TNI itu belum dimungkinkan. Bahkan, ia menegaskan akan sangat berisiko bagi negara bila TNI memiliki hak politik.
"Lihat dulu, kayak gini nanti enggak jadi lagi, kalau negara lain mungkin paham enggak ada kayak gini, kalau sekarang negara bisa pecah. Hak politik bagi TNI ini sulit untuk diwujudkan," kata dia.
Ryamizard menjelaskan, sejak seseorang telah menjadi prajurit negara, semua hak yang dimilikinya telah habis.
"Contoh saat mengajukan mau nikah, kedua belah pihak setuju, undangan juga, begitu menghadap izin menikah, kalau enggak boleh, ya enggak boleh," kata dia.
"Sekarang tidak boleh, kondisi pecah belah gini nanti TNI terpecah pecah. Partai-partai tak semua solid," imbuhnya
Namun, Ryamizard mendukung wacana prajurit TNI aktif ditempatkan pada lembaga negara, seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Kalau itu saya setuju-setuju aja, tapi tidak berpolitik, jadi politik negara, politik menyatukan bangsa," kata dia.
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, selaras dengan keinginan presiden agar TNI bersikap netral dalam politik, Dia mengungkapkan bahwa yang diinginkan TNI adalah politik negara. Oleh karena itu, TNI akan berpihak pada keamanan negara.
"TNI harus netral dan dalam kesempatan ini berulang kali saya sampaikan mohon masyarakat untuk ikut mengawasi dlm pelaksanaan tugas-tugas TNI, khususnya dalam Pilkada ini," ujar Panglima Gatot di gedung DPR
Khususnya pada kegiatan Pilkada serentak 2017 mendatang, Gatot meminta masyarakat mengawasi prajuritnya di lapangan. Dia meminta masyarakat melaporkan apabila ada oknum prajurit TNI yang terindikasi tidak netral.
"Laporkan ke instansi terkait, yang terdekat, bisa Koramil, bisa Kodim, Pos Pom, bisa Pom dan sebagainya," tambahnya.
Kendati demikian, sebelumnya, Panglima TNI Gatot Nurmantyo berharap Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum (Pemilu). Ia merasa TNI seperti warga negara asing yang tak boleh ikut pesta demokrasi.
"Saat ini TNI seperti warga negara asing saja kan begitu, tidak boleh memilih kemudian kalau ikut pilkada (pemilihan kepala daerah) harus mengundurkan diri sedangkan PNS tidak," kata Gatot di Jakarta, Selasa (5/10).
Dia memahami alasan TNI tidak memiliki hak politik karena TNI adalah organisasi yang dipersenjatai sehingga dikhawatirkan ada kampanye dengan melibatkan senjata.
"Jadi belum siap sekarang, mungkin 10 tahun yang akan datang siap tergantung kondisi politik. Ya tergantung kondisi politik saat itu karena yang menentukan TNI bisa ikut siapa? undang-undang kan, undang-undang siapa yang buat? DPR kan, TNI hanya ikutin saja itu," ujarnya. (rn)