Jokowi: Perlukan Kolaborasi Global Berantas Pencurian Ikan
[tajukindonesia.com] - Saat membuka Simposium Kejahatan Perikanan Internasional kedua di Yogyakarta yang dihadiri perwakilan dari 46 negara, Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan pencurian ikan di lautan suatu negara merupakan kejahatan trans-nasional yang memiliki dampak luar biasa besar.
Dampak tersebut dirasakan tidak hanya terbatas pada industri
perikanan saja, namun juga mencakup permasalahan lingkungan.
"Laut adalah sumber pendapatan bagi 520 juta penduduk
dunia dan sumber pangan bagi 2,6 miliar orang. Praktik illegal fishing telah
mengurangi stok ikan dunia sebesar 90,1 persen," ujar Presiden Jokowi
berdasarkan keterangan Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Istana
Kepresidenan,
Senin (10/10/2016).
Dalam praktiknya, menurut Presiden, kegiatan pencurian ikan
juga dapat terkait dengan kejahatan lain seperti penyelundupan barang dan
manusia, peredaran narkoba, dan pelanggaran terhadap peraturan perlindungan
alam.
Presiden pun menyebut bahwa kejatan tersebut kini telah
berkembang menjadi kejahatan trans-nasional yang serius dan terorganisir.
"Karena itu sangatlah penting bagi kita untuk memerangi
kejahatan trans-nasional yang terorganisasi tersebut dengan kolaborasi
global," kata Presiden.
Data yang diberikan oleh Food and Agriculture Organization
(FAO) mengungkap, pada tahun 2014 Indonesia berada di peringkat kedua sebagai
produsen ikan laut terbesar di dunia dengan jumlah tangkapan mencapai 6 juta
ton atau setara dengan 6,8 persen total produksi dunia untuk ikan laut.
Namun demikian, Presiden Joko Widodo meyakini bahwa data
tersebut masihlah berada di bawah potensi maksimal Indonesia. Pencurian ikan
yang terjadi di lautan Indonesia merupakan faktor utama penghambat potensi
tersebut.
"Illegal fishing telah mengakibatkan kerugian ekonomi
Indonesia sebesar 20 miliar dolar Amerika per tahun. Termasuk mengancam 65
persen terumbu karang kita," ujar Presiden.
Berdasarkan fakta dan data tersebut, pemerintah Indonesia
dengan sangat serius mengupayakan pemberantasan pencurian ikan di laut
Indonesia.
Pemerintah bertindak tegas dengan melakukan penangkapan
kapal-kapal asing di perairan Indonesia.
Hingga saat ini, sebanyak 236 kapal asing pencuri ikan telah
ditenggelamkan di perairan Indonesia.
"Hasilnya mulai terlihat. Tingkat eksploitasi ikan di
Indonesia mengalami penurunan antara 30 sampai 35 persen sehingga memungkinkan
kita meningkatkan stok nasional ikan dari 7,3 juta ton di tahun 2013 menjadi
9,9 juta ton di tahun 2015," ucap Presiden.
Usaha nyata pemerintah Indonesia tersebut tidak hanya mampu
menurunkan tingkat eksploitasi dan pencurian ikan di perairan Indonesia.
Dengan tindakan tegas yang disertai dengan upaya penataan
industri perikanan nasional, pemerintah pada bulan Januari hingga Juni kemarin
dapat menggenjot ekspor produk perikanan Indonesia sebanyak 7,34 persen lebih
besar bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2015.
Meski demikian, pemerintah tidak hendak langsung berpuas
diri.
Melalui sambutannya, Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk
terus melakukan upaya-upaya tersebut dengan belajar dari keberhasilan
negara-negara lain dalam upaya penanganan pencurian ikan di perairannya
masing-masing.
Presiden juga menyatakan membuka diri dan dengan senang hati
untuk membagikan pengalaman Indonesia kepada negara-negara sahabat.
Simposium Kejahatan Perikanan Internasional ini sendiri
diselenggarakan selama dua hari, 10-11 Oktober 2016, di Yogyakarta.
Simposium ini membicarakan berbagai masalah seperti
pencurian ikan, perdagangan manusia, kejahatan narkoba, dan sebagainya.
Sebanyak 46 perwakilan negara turut hadir dalam simposium tersebut yang di
antaranya ialah Australia, Austria, China, India, Ghana, Nigeria, Afrika
Selatan, dan Vietnam.
Tahun ini, Indonesia dipercaya sebagai tuan rumah
penyelenggaraan simposium yang baru dua kali diselenggarakan. Perhelatan serupa
pertama kali diadakan di Afrika Selatan dan diikuti oleh perwakilan dari 36
negara.
Turut hadir mendampingi Presiden di antaranya Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Sekretaris Negara Pratikno,
Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan
Hamengkubuwono X. [tbs]